Malang - Bosan dengan gaya custom yang banyak dianut builder Tanah Air, Sutrisno menyulap Kawasaki KZ200 miliknya ini dengan konsep board track racing yang tenar di Amerika Serikat era tahun 1930-an. Balap ini dipacu pada trek oval macam balap sepeda di velodrome.
Bentuk motornya? Kurang lebih persis yang dibuat punggawa Bils Hot Paint asal Malang, Jawa Timur ini.
"Modal saya hanya mesinnya saja. Rangkanya buat dengan pipa 1,2 inci, 3/4 inci sampai 1 inci,” buka Sutrisno.
Istimewanya, sambungan rangkanya dibuat sangat klasik, “Rangka ini dibuat dengan sambungan sok brazing,” bebernya. Pada finishing catnya pun, sok sebagai sambungan dicat berbeda. Lawas banget kan?
Memperkuat konsep motor tahun 30-an diterapkan suspensi depan dengan model grinder dengan per pada bagian atas fork, dan belakang tanpa suspensi alias rigid.
"Suspensi depan model grinder ini, pernya sengaja dibuat miring agar redaman suspensinya lebih soft. Dan konsturksi ini aman tidak ada masalah," jelas bapak dengan satu anak ini.
Agar mesin KZ200 yang berukuran mungil tidak kedodoran, pelek dengan diameter 21 inci dipilih. Hasilnya proporsi pas dan tetap padat.
"Agar terkesan panjang tanpa menenggelamkan dimensi mesin makanya pakai pelek ukuran 21 inci," terangnya.
Sutrisno mempermanis tampilan dengan penyematan tangki yang diapit oleh rangka.
"Tangki dibuat dari plat galvanis 1 mm dan kisi di bawah tangki mengambil dari gril kap mobil Corona Crown Station," tutup Sutrisno.
Hasilnya pengerjaan motor ini selama 8 bulan akhirnya terbayar dengan menyabet juara 1 kelas Old & Retro di AMD OTOPLUS SHOW BIKE FIGHTING 2017 beberapa waktu silam.
Jos! (Indra/otomotifnet.com)
Plus: Detail pengerjaan rapi
Minus: Sesuai konsep racing minim perangkat lalu lintas, jangan dipakai di jalan ya bro!
Data Modifikasi :
Ban : Swallow
Pelek : Custom 21 inch
Sokbrekr depan : Grinder Custom
Knalpot : Handmade
Jok : Kulit
Headlamp : Suzuki A 100
Stoplamp : Chevy 1948
Rem depan : Drum DKW
Rem belakang : RX King
Karburator : PE28
Bils Hot Paint : 08227138215
| Editor | : | Dimas Pradopo |
KOMENTAR