Mio mengasapi BeAT di kelas 130 cc, termasuk jarang
Yamaha Mio pacuan Ardhi Satya Sadarma lolos dikepung Honda BeAT. Di kelas 130 cc open Indonesian Super Matic Race Minggu lalu, hanya dia sendiri yang menggunakan Mio. Tapi, di QTT dan race pertama, jadi yang terdepan.
Namun sayang di race 2 susah start dan terjatuh rebutan posisi kedua. Akhirnya hanya finish ke-3. Total poin, tetap masih naik podium ke-2. Selamat, bro.
Mio geberan pembalap dari Hatta Rajasa Racing Team ini memang bolot ketika start. Apalagi stroke Mio yang panjang membuat rpm mesin lama naik. Belum lagi korekan mesin yang dibikin untuk mengail power di rpm atas. “Harus gantung rpm terus, supaya power tidak ngedrop,” jelas Ardi Satya.
Korekan untuk rpm atas terlihat dari penggunaan klep isap 28 mm dan buang 24 mm. “Dibarengi dengan memperbesar lubang porting sampai 26,3 mm,” jelas Daryanto, sang mekanik.
Angka 26,3 mm sama saja 94% dari diameter klep isap yang 28 mm itu. Padahal biasanya 80-85% dari diameter klep isap supaya power bawah dan menengah besar.
Besarnya lubang isap, juga diikuti dengan gedenya korekan lubang buang. Menggunakan klep buang 24 mm, dibarengi dengan lubang buang juga 24 mm. Berarti 100% dari diameter klep buang.
Besarnya lubang buang ini membuat blong pembuangan. Power bawah dipastikan akan kosong dulu. Itu yang membuat Ardi sambil dorong pakai kaki ketika start di race 2.
Power bawah makin ilang. Dibarengi penggunaan kem yang punya durasi tinggi. Klep isap membuka 30 sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 63 setelah TMB (Titik Mati Bawah). Total durasi 273.
Kem by Bayu Putra, CDI BRT
“Begitupun klep buang, durasinya dibikin sama 273. Klep buang membuka 63 sebelum TMB dan menutup 30 setelah TMA,” jelas Bayu Putra, mekanik yang khusus membuat kem.
Yang membuat akselerasi bawah kurang mantap dan harus gantung gas, terlihat dari menutupnya klep isap. Yaitu 63 setelah TMB, membuat kompresi bersih kecil. Apalagi rasio kompresi yang dipatok Daryanto hanya bermain di angka 12,5 : 1. Ini karena menyesuaikan dengan regulasi penggunaan bahan bakar harus Pertamax Plus.
Power bawah loyo harus diimbangi dengan setingan CVT yang ringan. Supaya akselerasi bawah mantap, roller menggunakan yang ringan sekali. Dibikin silang antara bobotnya 4,5 gram dan 5 gram.
Namun anehnya penggunaan roller ringan justru rasionya dipasang berat. Menggunakan rasio 14/42. Bandingkan dengan standarnya yang 13/42. “Pernah dicoba pakai rasio standar. Tapi, powernya seperti ngambang,” jelas Daryanto yang selalu konsen di balap matic itu.
Untuk karburator dipilih yang sejuta umat. Yaitu menggunakan Keihin PE 28 mm. Spuyer yang pas yaitu pilot-jet 50 dan main-jet 115. Karbu PE memang bagus untuk rpm bawah. Kata beberapa mekanik kalau mau bagus di rpm atas nozel dan spuyer berikut jarumnya menggunakan dari PWK.
Knalpotnya dipilih yang produk lokal. Yaitu buatan AHRS khusus untuk Mio degnan leher besar. Knalpot tipe ini juga dipakai di matic-matic balap tim AHRS.
Ini bukti nyata Mio mampu. (motorplus-online.com)
DATA MODIFIKASI
Ban : Indotire
Roller : TDR
Sokbreker : YSS
Manifold : Standar dikorek
Seher : 53,4 mm
Namun sayang di race 2 susah start dan terjatuh rebutan posisi kedua. Akhirnya hanya finish ke-3. Total poin, tetap masih naik podium ke-2. Selamat, bro.
Mio geberan pembalap dari Hatta Rajasa Racing Team ini memang bolot ketika start. Apalagi stroke Mio yang panjang membuat rpm mesin lama naik. Belum lagi korekan mesin yang dibikin untuk mengail power di rpm atas. “Harus gantung rpm terus, supaya power tidak ngedrop,” jelas Ardi Satya.
Korekan untuk rpm atas terlihat dari penggunaan klep isap 28 mm dan buang 24 mm. “Dibarengi dengan memperbesar lubang porting sampai 26,3 mm,” jelas Daryanto, sang mekanik.
Angka 26,3 mm sama saja 94% dari diameter klep isap yang 28 mm itu. Padahal biasanya 80-85% dari diameter klep isap supaya power bawah dan menengah besar.
Besarnya lubang isap, juga diikuti dengan gedenya korekan lubang buang. Menggunakan klep buang 24 mm, dibarengi dengan lubang buang juga 24 mm. Berarti 100% dari diameter klep buang.
Besarnya lubang buang ini membuat blong pembuangan. Power bawah dipastikan akan kosong dulu. Itu yang membuat Ardi sambil dorong pakai kaki ketika start di race 2.
Power bawah makin ilang. Dibarengi penggunaan kem yang punya durasi tinggi. Klep isap membuka 30 sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 63 setelah TMB (Titik Mati Bawah). Total durasi 273.
Kem by Bayu Putra, CDI BRT
Yang membuat akselerasi bawah kurang mantap dan harus gantung gas, terlihat dari menutupnya klep isap. Yaitu 63 setelah TMB, membuat kompresi bersih kecil. Apalagi rasio kompresi yang dipatok Daryanto hanya bermain di angka 12,5 : 1. Ini karena menyesuaikan dengan regulasi penggunaan bahan bakar harus Pertamax Plus.
Power bawah loyo harus diimbangi dengan setingan CVT yang ringan. Supaya akselerasi bawah mantap, roller menggunakan yang ringan sekali. Dibikin silang antara bobotnya 4,5 gram dan 5 gram.
Namun anehnya penggunaan roller ringan justru rasionya dipasang berat. Menggunakan rasio 14/42. Bandingkan dengan standarnya yang 13/42. “Pernah dicoba pakai rasio standar. Tapi, powernya seperti ngambang,” jelas Daryanto yang selalu konsen di balap matic itu.
Untuk karburator dipilih yang sejuta umat. Yaitu menggunakan Keihin PE 28 mm. Spuyer yang pas yaitu pilot-jet 50 dan main-jet 115. Karbu PE memang bagus untuk rpm bawah. Kata beberapa mekanik kalau mau bagus di rpm atas nozel dan spuyer berikut jarumnya menggunakan dari PWK.
Knalpotnya dipilih yang produk lokal. Yaitu buatan AHRS khusus untuk Mio degnan leher besar. Knalpot tipe ini juga dipakai di matic-matic balap tim AHRS.
Ini bukti nyata Mio mampu. (motorplus-online.com)
DATA MODIFIKASI
Ban : Indotire
Roller : TDR
Sokbreker : YSS
Manifold : Standar dikorek
Seher : 53,4 mm