Mesin Tiga Kompresor

andy - Senin, 28 November 2016 | 11:03 WIB

(andy - )

Berbagai cara dilakukan pabrikan untuk mengurangi atau menghilangkan turbo lag. Audi muncul dengan solusi terbarunya, kompresor elektrik yang diterapkan pada SUV teranyarnya SQ7

Seiring dengan semakin banyaknya penggunaan turbo, berbagi cara dilakukan pabrikan mobil untuk menghilangkan atau mengurangi turbo lag. Karena memang lag ini merupakan ‘penyakit’ bawaan dari turbo, dan efeknya sangat mengganggu performa.

Ada beberapa cara yang telah dilakukan oleh pabrikan dan diterapkan pada mobil-mobil produksi massal. Misalnya Variable Nozzle Turbo atau Variable Geometry Turbo yang mengakali besarnya saluran udara di turbin turbo untuk mempercepat alirannya, kombinasi turbocharger dan supercharger, atau seperti yang dilakukan Volvo lewat PowerPulse – meniupkan udara bertekanan untuk menghasilkan dorongan yang cukup kuat ke turbin.

Kali ini giliran Audi yang memperkenalkan teknologi yang dikembangkan melalui produk terbaru mereka, SQ7 TDI. Premium SUV berukuran besar ini dilengkapi mesin diesel V8 berkapasitas 3.956 cc yang dilengkapi dua buah turbo. Yang unik, mesin ini menggunakan satu buah kompresor lagi yang digerakkan tenaga listrik.

Ya, Elecric Powered Compressor (EPC) ini menjadi cara yang dilakukan Audi untuk mengeliminasi turbo lag. Dengan adanya EPC berarti mesin ini dilengkapi tiga buah kompresor sekaligus.

Prinsip kerjanya mirip dengan twincharger (kombinasi turbo dan supercharger). Kompresor elektrik bertugas menyuplai udara bertekanan secara instan saat tekanan udara di saluran buang belum cukup kuat untuk menggerakkan turbin. Saat putaran sudah cukup tinggi barulah tugas menyuplai udara bertekanan diambil alih kembali oleh turbo.

Tentu saja prakteknya tidak sesederhana itu. Dibutuhkan sistem pengontrol yang canggih dan kombinasi yang tepat untuk menghasilkan performa sesuai yang diharapkan. Untuk itu Audi menerapkan beberapa trik baru pada mesin diesel anyarnya ini.

Yang pertama adalah konfigurasi mesin. Biasanya Audi meletakkan pipa exhaust di sisi luar dari mesin, dan intake berada di tengah-tengah. Tapi kebalikan dengan V8 TDI baru ini. Justru exhaust yang diletakkan di tengah, sementara intake yang terhubung ke intercooler dan EPC berada di sisi luar. Hal ini dilakukan untuk memudahkan integrasi kerja antara kedua turbo.

Fokus pengembangan tentulah pada kompresor elektrik yang pertama kali diterapkan pada mobil produksi massal. Tugas EPC adalah mendukung mesin saat berakselerasi dari kondisi diam atau di putaran rendah. Perangkat ini ditempatkan di jalur udara dari intercooler, sedekat mungkin dengan mesin.

Karena EPC tak membutuhkan tekanan gas buang untuk bergerak, kompresor bisa dengan instan menyulai udara bertekanan. Hanya butuh waktu 250 milidetik saja bagi EPC untuk menyuplai udara dengan tekanan seperti yang dibutuhkan. Digerakkan oleh motor elektrik, kompresor ini bekerja pada putaran 70.000 rpm.

Ketika putaran mesin sudah cukup tinggi, tugas EPC menyulai udara bertekanan diambil alih oleh kedua turbo yang bekerja secara sekuensial. Saat putaran masih belum terlalu tinggi, hanya satu turbo yang bekerja hingga putaran menengah. Selanjutnya ketika mesin sudah mencapai putaran tinggi yang artinya butuh pasokan udara lebih banyak, giliran turbo kedua bekerja menambahkan udara bertekanan.

Pengaturan tugas turbo ini dilakukan oleh sistem katup variabel Audi yang juga pertama kali diterapkan pada mesin turbodieselnya. Katup exhaust pada Audi Valvelift System ini bekerja secara sekuensial, dan saluran buang pun dipisahkan di antra kedua turbo. Pada putaran rendah, hanya satu katup buang yang terbuka sehingga udara hanya disalurkan ke salah satu turbin turbo. Saat putaran tinggi barulah kedua katup exhaust membuka bersamaan, sehingga kedua turbin turbo dapat digerakkan oleh aliran udara sisa pembakaran dari silinder.

Dengan cara ini aliran tenaga bisa berlangsung secara konstan sejak putaran rendah sampai tinggi. Mesin 4.0 TDI ini mampu menghasilkan tenaga maksimum  sebesar 435 dk. Yang dahsyat adalah torsi maksimum sebesar 900 Nm yang sudah bisa dicapai sejak 1.000 rpm dan terus bertahan hingga 3.250 rpm.

Kemampuan mesin yang luar biasa ini membuat SQ7 mampu melesat ke 100 km/jam hanya dalam 4,8 detik dari posisi diam. Sementara top speed dibatasi secara elektronik pada 250 km/jam. Hebatnya, dengan performa seperti ini, SQ7 tetap mampu menghasilkan konsumsi bahan bakar 13 km/liter dan kadar emisi CO2 sebesar 194 gram/km.