JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dengan nomor: 37 P/HUM/2017 tentang Uji Materi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Menangapi hal ini, Pengamat Transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan mengatakan sejak awal pihak Kemenhub yang mengeluarkan Pemenhub tersebut secara materil bertentangan secara hukum dengan UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
"Ada terdapat 14 poin dalam PM 26 Tahun 2017 yang dianggap bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Tigor melalui keteterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (22/8).
Karenanya, lanjut Tigor, oleh MA ke-14 poin ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan kepada Menhub untuk mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 point dalam peraturan menteri tersebut
Ia juga menilai, ke-14 poin yang dinyatakan batal itu antara lain: kewajiban KIR, kuota armada, penetapan tarif batas atas dan bawah, STNK atas nama badan hukum.
Salah satunya juga adalah soal penetapan tarif batas atas dan bawah sejak awal ia menilai bahwa materi aturan melanggar ketentuan yang lebih tinggi yakni UU No.22/2009.
"Saya katakan bahwa tarif taksi sesuai UU no:22/2009 atas kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa maka penentuan tarif batas atas dan bawah itu melanggar UU," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 37 P/HUM/2017 menyatakan bahwa pengemudi online menang di tingkat MA, di mana dalam ajuannya, angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online disebut sebagai konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik.
Artinya dengan putusan MA ini maka pasal atau aturan dalam Permenhub 26/2017 dinyatakan tidak bisa diberlakukan dan harus segera diubah.
"Saya menghimbau agar Kemenhub segera melakukan revisi atas 14 poin yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) tersebut agar tidak ada kekosongan hukum dalam regulasi operasional taksi online," tutupnya. (Otomotifnet.com)