Pertamina dan Pemerintah bersepakat untuk beri relaksasi penyaluran kuota, khususnya daerah-daerah yang sudah over kuota.
Upaya normalisasi melalui penyaluran Solar Subsidi itu sendiri, dapat dilakukan melalui empat langkah.
Pertama, tambahan pasokan Solar Subsidi sesuai demand di wilayah yang kritis (terjadi antrean).
Kedua, melakukan koordinasi dengan aparat untuk pengamanan penyaluran Solar Subsidi dan penindakan penyelewengan Solar Subsidi.
Ketiga, melakukan koordinasi dan menginformasikan ke Pemda, jika terdapat keterbatasan penetapan kuota Solar Subsidi dan dukungan regulasi untuk mengatur penyaluran Solar Subisidi serta usulan penambahan kuota kepada BPH Migas.
Keempat, memastikan ketersediaan Solar Subsidi dan mendorong konsumen untuk membeloi Solar Non Subsidi.
Sementara itu, menyikapi nombok-nya Pertamina dalam penjualan Solar Subsidi, Komisi VII DPR memberikan dukungan kepada BUMN tersebut.
Dalam RDP dengan Dirjen Migas KESDM, BPH Migas, dan Pertamina, Komisi VII DPR RI mendesak Pemerintah agar kompensasi kepada PT Pertamina sekitar Rp 100 Triliun dapat segera dibayarkan.
Pembayaran kompensasi tersebut, guna mencegah krisis likuiditas PT Pertamina (Persero) yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM Nasional.
"Komisi VII mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai Rp 100 triliun segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional," tegas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno.
Selain itu, Komisi VII DPR RI juga mendukung perubahaan komposisi pemberian subsidi dan kompensasi BBM dengan meningkatkan porsi subsidi BBM yang lebih besar.
Baca Juga: Dirut Pertamina Buka Suara, Penyebab Kelangkaan Solar Diungkap, Colek Perusahaan Nakal
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR