DP naik, penjualan melorot
Produsen beralasan program kredit yang mudah untuk mendapat kendaraan roda dua tidak menyebabkan kredit macet alias non performing loan (NPL). Seperti yang begitu dikhawatirkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia .
Sigit Kumala, Senior General Manager Marketing PT Astra Honda Motor (AHM) mengatakan NPL saat ini masih rendah. “Tidak ada alasan untuk menetapkan uang muka tinggi. Kekhawatiran akan adanya gelembung kredit macet tidak perlu ditakutkan,” kata bapak ramah itu.
Menurut Sigit lagi, hingga saat ini NPL kredit kendaraan roda dua berada pada posisi sekitar 3%. Bahkan beberapa lembaga leasing mengaku NPL di bawah 2 persen. Yang perlu ditakutkan jika NPL berada pada posisi di atas 5%. “Itu baru menyebabkan masalah. Sekarang ini tidak,” tegas Sigit Kumala.
Sigit yang bertemu saat buka puasa AHM bersama media mengatakan kalau wacana ini jadi diterapkan, akan menyebabkan penjualan motor berkurang. “Namun di tahap awal saja. Untuk berikutnya akan kembali perform,” mantapnya.
Kalau memang wacana ini jadi dilaksanakan, tentu saja AHM akan melakukan berbagai langkah untuk antisipasi. “Ya... Pasti. Kita berkaca saja pada pembiayaan property. DP yang tinggi bisa disiasati dengan melakukan cicilan DP. Sehingga tetap tidak akan memberatkan konsumen. Kita lihat bagaimana nanti kebijakan yang akan dilakuklan,” sebut Sigit lagi.
PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) mengaku setuju saja dengan wacana ini. “Jangan langsung tinggi nanti semuanya jadi kaget. Bertahap saja. Misalnya dari 10 persen harga kendaraan menjadi 15 persen. Jangan langsung 20 persen itu berat juga,” ujar Dyonisius Beti, Presiden Direktur YMKI saat buka puasa bersama media, di Senayan, Jakarta, Selasa (9/8/2011).
Dyonisius Beti mengakui kenaikan ini bisa mempengaruhi penjualan kendaraan roda dua. “Pasti, sebab konsumen yang punya kemampuan DP misalnya Rp 500 ribu jika dinaikkan jadi Rp 2 juta, tentu akan menahan diri untuk membeli motor dalam beberapa bulan. Ia akan menabung dulu. Tapi efeknya juga baik. Cicilan akan lebih ringan,” ujar bapak yang rambutnya sudah mulai memutih ini.
Karena dampaknya pasti akhirnya angka yang didapat juga pasti, bukan penjualan palsu. “Artinya konsumen yang ingin memiliki kendaraan itu benar niat. Tidak akal-akalan untuk mencari keuntungan,” pasti pria akrab disapa Dion.
Paulus Sugih Firmanto, Sales Division Head, PT Suzuki Indomobil Sales, (SIS) menambahkan, karakter pembeli motor di Indonesia khususnya motor di harga Rp 10-20 juta adalah digunakan untuk kegiatan produksi. Sehingga, kemampuan konsumen membayar cicilan relatif lebih baik. “Kalau saya perhatikan di daerah, motor itu digunakan untuk menghasilkan uang. Sehingga, kekhawatiran akan kredit macet rasanya kecil,” kata pria berkantor di Jl. MT. Haryono, Jakarta Selatan.
Sama seperti Dyonisius, Paulus menilai akan terjadi penurunan hanya di awal penerapan uang muka tinggi. “Namun di bulan berikutnya akan kembali normal. Suzuki melihat kebijakan ini akan berdampak pada jangka pendek,” cetusnya.
Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Gunadi Sindhuwinata menambahkan pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan uang muka tinggi. Sebab, dampak kebijakan yang tidak tepat bisa mengganggu ekonomi secara makro. Ingat itu! (motorplus-online.com)