Budaya yang bisa menghilangkan nyawa
Jakarta - Banyaknya jumlah pengendara motor di jalan raya menunjukkan banyaknya orang yang ingin cepat sampai ke tujuan. Sayangnya keinginan itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Mentang-mentang ukuran motor yang kecil dan bisa bergerak lincah kemana saja, membuat penggunanya pun ikut seenaknya. Naik terotoar, balik arah tidak pada tempatnya, sampai dengan melawan arah dan lainnya. Semuanya seperti sudah menjadi budaya.TAK ADA TOLERANSI
Melawan arah misalnya, guna mempersingkat jarak tempuh banyak pengendara motor yang nekat lawan arah, bahkan sampai berjamaah alias ramai-ramai. “Melawan arah sudah banyak memakan korban jiwa, butuh keseriusan dari semua pihak untuk membenahi kondisi saat ini,” tegas Kasubdit Penegakkan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Hindarsono. Tahun lalu saja ada sekitar 57.805 tindakan penilangan terhadap pelaku lawan arah di wilayah Jabodetabek.
AKBP Hindarsono, Tidak ada toleransi untuk segala bentuk pembenaran jika pengendara mobil maupun motor melawan arah.
“Tidak ada toleransi untuk segala bentuk pembenaran jika pengendara mobil maupun motor melawan arah,” tegas perwira melati dua ini. Semua itu akan dibuktikan dalam olah Tempat Kejadian Perkara ( TKP ) dari pihak kepolisian guna mengusut kronologi kejadian. Hal ini dilakukan agar para pengguna jalan lain yang tertimpa musibah yang harusnya menjadi korban malah terlihat sebagai pelaku, seperti kasus kejadian di Jl. I Gusti Ngurah Rai, Pondok Kopi, Jaktim.
Dalam kejadian itu, seorang pengendara motor, bernama Muhammad itu meninggal lantaran Honda Scoopy B 3800 TLS yang dikendarainya melawan arah. Di jalur yang sama arah berlawanan, muncul Toyota Yaris B 1597 TOA yang kaget dan tidak dapat menghindari tabrakan dengan motor yang melawan arah itu pada Selasa (13/5).
Dalam kasus ini, dari segi hukum pengendara mobil bisa menuntut ganti rugi dari pengguna motor. “Karena dalam setiap pelanggaran lalu lintas, hukum yang berlaku tidak memandang status sosial ataupun jenis kendaraan. Semua berdasarkan olah TKP, saksi serta bukti yang didapat di lapangan. Intinya, setiap pengguna kendaraan harus mempunyai nurani dan etika yang baik,” tutup Hindarsono. . (motor.otomotifnet.com)