Jakarta – Sebagian pengguna motor tahu, jika helm yang dijual di Tanah Air saat ini haruslah melalui uji SNI. Tujuannya tentu agar faktor safety pengendara lebih terjamin. Namun banyak yang belum tahu, parameter apa saja yang jadi patokan uji SNI.
“Ada empat pengujian yang dilakukan untuk menentukan lulus tidak standarisasi SNI pada sebuah helm. Antara lain, uji impact, uji penetrasi, uji kekuatan tali dan uji size. Semua harus lulus, jika ada satu saja hasil uji yang gagal, maka sertifikat SNI tak akan dikeluarkan pada produk tersebut,” ungkap Tatap Firdaus, Marketing Helm AHRS Cargloss.
Ujian pertama adalah mengetes kekuatan cangkang (batok) helm dengan uji impact. “Ada lima titik pada helm (depan-belakang, sisi kanan-kiri dan atas) yang akan dibenturkan dengan benda datar atau tumpul dengan kekuatan tertentu. Syarat lulus SNI, batok tidak boleh retak atau pecah saat pengujian.”
Kemudian, terdapat uji penetrasi untuk mengetes kemampuan serap benturan dari bahan inner yang terdiri dari busa halus, kain dan styrofoam. Cara mengujinya menggunakan dummy (boneka menyerupai kepala manusia), kemudian helm dibenturkan dengan benda tumpul.
“Nantinya angka benturan yang diterima oleh dummy tak boleh lebih dari 300G (gravity), jika lewat artinya kepala tersebut sudah gegar otak dan tidak lulus SNI,” ungkap pria ramah ini.
Selanjutnya, terdapat uji chain strap atau tali helm. Saat pengetesan, helm akan diganduli beban yang dilepas bersamaan. Dan tali helm yang lulus adalah yang tidak memuai (ukuran panjang berubah), kunci yang copot, atau tali yang terputus. “Jadi percuma saja kalau memakai helm SNI tapi talinya nggak dipakai,” kelakar Tatap.
Pengetesan terakhir juga tak kalah penting, yakni uji size. “Disini, helm yang dilengkapi dummy disimulasikan agar mendapat benturan. Setelah itu akan dilihat, apakah ukuran helm berubah atau tidak. Helm SNI harus memiliki ukuran yang sama, saat sebelum dan sesudah insiden. Bisa dibayangkan jika memakai helm SNI palsu, pas terjadi benturan, helm justru koplak dan berpotensi lepas dari kepala,” tutupnya. (motor.otomotifnet.com)
“Ada empat pengujian yang dilakukan untuk menentukan lulus tidak standarisasi SNI pada sebuah helm. Antara lain, uji impact, uji penetrasi, uji kekuatan tali dan uji size. Semua harus lulus, jika ada satu saja hasil uji yang gagal, maka sertifikat SNI tak akan dikeluarkan pada produk tersebut,” ungkap Tatap Firdaus, Marketing Helm AHRS Cargloss.
Ujian pertama adalah mengetes kekuatan cangkang (batok) helm dengan uji impact. “Ada lima titik pada helm (depan-belakang, sisi kanan-kiri dan atas) yang akan dibenturkan dengan benda datar atau tumpul dengan kekuatan tertentu. Syarat lulus SNI, batok tidak boleh retak atau pecah saat pengujian.”
Kemudian, terdapat uji penetrasi untuk mengetes kemampuan serap benturan dari bahan inner yang terdiri dari busa halus, kain dan styrofoam. Cara mengujinya menggunakan dummy (boneka menyerupai kepala manusia), kemudian helm dibenturkan dengan benda tumpul.
“Nantinya angka benturan yang diterima oleh dummy tak boleh lebih dari 300G (gravity), jika lewat artinya kepala tersebut sudah gegar otak dan tidak lulus SNI,” ungkap pria ramah ini.
Selanjutnya, terdapat uji chain strap atau tali helm. Saat pengetesan, helm akan diganduli beban yang dilepas bersamaan. Dan tali helm yang lulus adalah yang tidak memuai (ukuran panjang berubah), kunci yang copot, atau tali yang terputus. “Jadi percuma saja kalau memakai helm SNI tapi talinya nggak dipakai,” kelakar Tatap.
Pengetesan terakhir juga tak kalah penting, yakni uji size. “Disini, helm yang dilengkapi dummy disimulasikan agar mendapat benturan. Setelah itu akan dilihat, apakah ukuran helm berubah atau tidak. Helm SNI harus memiliki ukuran yang sama, saat sebelum dan sesudah insiden. Bisa dibayangkan jika memakai helm SNI palsu, pas terjadi benturan, helm justru koplak dan berpotensi lepas dari kepala,” tutupnya. (motor.otomotifnet.com)