|
“Daihatsu untuk produksi mobil baru sudah mengurangi dari 10.000 per bulan, jadi 8.000 per bulan. Hal ini berkaitan dengan pasokan salah satu komponen,” sebut Amelia Tjandra Marketing Director PT Astra Daihatsu Motor saat ditemui di Jakarta.
Konsekuensinya, bagi yang berminat untuk meminang beberapa produk Daihatsu bakal punya waktu tunggu lebih lama dari bisanya. “Bisa 2-3 bulan untuk beberapa tipe. Tetapi tergantung dari tipe dan model yang diminati,” sambung Amelia lagi.
Soal berkurangnya produksi itu tampaknya memang menjadi konsekuensi atas berkurangnya pasokan komponen penting dari Jepang. Diberitakan di beberapa situs, para pemasok yang kesulitan biasanya seputar bahan-bahan elektronik berteknologi tinggi.
Misalnya, sensor-sensor untuk komputerisasi di kendaraan. Bahkan, menurut salah satu pabrikan Jepang di Indonesia, ada komponen yang sama dan dipakai di beberapa merek mobil.
“Seperti swicth untuk power window. Stoknya mulai berkurang,” sebut sumber yang berdinas di pabrik perakitan mobil di Jawa Barat.
Meski begitu, menurut salah satu dealer Toyota yang memiliki beberapa gerai, belum ada laporan mengenai bagaimana pasokan mobil yang akan dijual. “Masih belum ada kepastian. Kami pun menunggu bagaimana keputusannya, karena informasinya masih terus diupdate setiap saat,” ujar pemilik gerai itu.
Dampak yang sama juga mulai mengimbas pada pabrikan Mitsubishi. Menurut Rizwan Alamsjah, Marketing Director PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors, pihaknya pun mulai mengurangi target penjualan untuk bulan April ini. “Maret lalu kan kami bisa menjual sekitar 13.000-an. Untuk April ini, targetnya jadi 10.000 ribuan,” katanya saat ditemui di Jakarta.
Namun begitu, pasokan untuk beberapa mobil yang diimpor dari luar negeri, kata Rizwan, belum mengalami gangguan. Misalnya Pajero Sport yang didatangkan dari Thailand, masih sesuai jadwal.
Tersendatnya sejumlah produksi mobil Jepang ini, tampaknya bisa menjadi peluang tersendiri bagi pabrikan non-Jepang. Walaupun, menurut Jongkie D. Soegiarto, Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia, kejadian di Jepang tak serta-merta bisa mendongkrak penjualan mobil non-Jepang.
“Tidak sesederhana itu, karena juga tergantung dari model dan bentuknya. Apakah lantas mobil non-Jepang bisa menggantikan selera konsumen? Nah soal itu kan juga bisa jadi pertimbangan. Meskipun, faktor harga juga sangat menentukan. Jadi, belum tentu deh,” tutur Jongkie yang ditemui di ruang kerjanya, awal April lalu.
Tapi, tetap ada peluang bukan? (mobil.otomotifnet.com)