Balapan mobil nasional, khususnya gelaran Indonesia Series of Motorsport yang digelar di Sirkuit Sentul bisa jadi role model untuk menentukan kualitas bahan bakar yang dipakai. Sejak 2009, kejurnas touring nasional menggunakan angka oktan bahan bakar sebagai salah satu pemerataan performa kendaraan yang tercantum di buku regulasi.
Uniknya, sempat ada kejadian peserta terdeteksi menggunakan bahan bakar dengan oktan melebihi batas yang ditetapkan. Yaitu pada Honda Jazz Speed Challenge seri 3 yang juga memakai regulasi mirip kejurnas.
Bagaimanakah seluk beluk pembatasan oktan dalam balap mobil touring nasional yang kian berperan dalam menentukan bahan bakar referensi balapan?
OKTAN 95,2
Memang ada beberapa pilihan yang bisa diambil berkaitan dengan bahan bakar. Misalnya penyelenggara menyediakan bahan bakarnya dengan harga tertentu tanpa memperbolehkan peserta beli di luar. Plus minus tentu ada, karena meski mudah didapat dan sudah pasti seragam buat semua pembalap, belum tentu ideal. Maksudnya, pembelian tidak bisa dilakukan sesuka hati ketika muncul kebutuhan khusus seperti untuk setting mobil atau latihan.
Ketentuan pembatasan oktan rupanya dinilai ideal. “Dulu pertama kali dipakai pada kelas GT Car 2009,” ujar Alvin Bahar, koordinator pelaksana one make race Honda Jazz Speed Challenge sembari mengenang popularnya pembatasan oktan di bahan bakar ketika masih ada balap touring di Karawaci, Tangerang. Penggunaan BBM dengan oktan 95 disinyalir untuk membuat balapan lebih terjangkau ketimbang melepas penggunaan racing fuel yang harganya jauh berlipat ganda. sehingga bisa menarik minat pembalap-pembalap baru.
Pada saat itu terjadi penentuan RON (Research Octane Number) alias angka oktan riset BBM yang diperbolehkan pada kejurnas adalah 95,2. OMR Jazz pada saat itu pun ikut menerapkan pembatasan oktan. “Waktu itu lebih longgar, yaitu 95,5. Karena dari hasil pemeriksaan oktan beberapa BBM, ada yang nilai oktannya melebihi 95. Sejak 2012, OMR pakai oktan 95,0,” bilang Alvin lagi.
Hal ini selaras dengan beberapa percobaan yang dilakukan yang dilakukan OTOMOTIF terhadap kualitas bahan bakar di Ibukota, terutama pada nilai oktannya. Seperti pada edisi 38/XV tahun 2006, bekerja sama dengan PT. Catur Bangun Putra (CBP), konsultan perminyakan menggunakan Zeltex ZX-101C portable octane analyzer. Tercatat pada saat itu, nilai oktan BBM dengan kualitas serupa, yaitu Pertamax Plus sempat tercatat paling tinggi dengan oktan 95,9 dan Shell Super Extra 95,2. Sedangkan pada edisi 19/XIX 2009, kembali tes diadakan dengan hasil Pertamax Plus (oktan 95,5) dan Shell Super Extra (oktan 95,0). Angka oktan Pertamax Plus umumnya memang lebih tinggi dalam tingkat desimal ketimbang Shell Super Extra.
Kembali ke penerapan oktan ke BBM balap, hingga kini Kejurnas masih menggunakan regulasi pembatasan oktan maksimum 95,2. Bisa juga ditunjuk SPBU sebagai referensi tempat pembeliannya. “Biasanya paling dekat, yaitu di SPBU Shell dekat Sentul,” sambung Taqwa SS, mekanik tim Honda Bandung Center.
Lantas sebelum balap, bisa dilihat kondisi oktan dan BBM di pasaran. “Biasanya disiapkan sampel BBM dari beberapa SPBU. Ada dua pilihan, bisa dipatok pada 95,2 sesuai regulasi atau dinaikkan kalau ada yang lebih tinggi,” imbuh Alvin.
Seperti diakui H.M. Gazy Amin, direktur CBP. “Tergantung SPBUnya. Biasanya kalau SPBU ramai, pergantian bahan bakarnya cepat. Sehingga nilai oktan tetap tinggi. Pada SPBU yang lebih sepi, bahan bakar lebih lama tersimpan bisa menyebabkan degradasi oktan,” ulas Gazy yang kerap didaulat melakukan pelayanan pengecekan oktan saat scruutineering.
Pengambilan sampel bahan bakar, dilakukan dua kali. Langsung setelah peserta kualifikasi dan balap. Pengecekan dilakukan terhadap tiga pembalap teratas.
Dengan adanya pembatasan oktan, tentu mekanik dan tim mesti lebih pintar mengatur ketersediaan bahan bakar. Misalnya, dengan menggunakan bahan bakar yang sama saat setting dan balap agar tidak ada perbedaan performa.
Termasuk menghindari penggunaan BBM yang berbeda agar kadar oktan tetap tertakar. Seperti yang dialami Taqwa. “Hari Kamis dan Jumat memang pakai BBM dibeli dekat bengkel. Lalu Sabtu baru pakai BBM dari Shell Sentul. Padahal bensin di tangki tinggal sedikit saat ditambahkan,” paparnya. Alhasil, oktan mobil Fitra Eri tercatat 95,2, melebihi regulasi OMR yang 95,0. Dengan adanya perbedaan patokan oktan ini, kemungkinan besar regulasi OMR akan disamakan dengan kejurnas pada seri 4 mendatang.
Regulasi pembatasan oktan terbukti mengatasi perbedaan kualitas BBM untuk balap mobil. Kalaupun ada perbedaan nilai oktan, hendaknya dicarikan solusi terbaik mengenai lokasi perolehan BBM maupun deviasi angka pembatasnya. (otosport.co.id)
Uniknya, sempat ada kejadian peserta terdeteksi menggunakan bahan bakar dengan oktan melebihi batas yang ditetapkan. Yaitu pada Honda Jazz Speed Challenge seri 3 yang juga memakai regulasi mirip kejurnas.
Bagaimanakah seluk beluk pembatasan oktan dalam balap mobil touring nasional yang kian berperan dalam menentukan bahan bakar referensi balapan?
OKTAN 95,2
Memang ada beberapa pilihan yang bisa diambil berkaitan dengan bahan bakar. Misalnya penyelenggara menyediakan bahan bakarnya dengan harga tertentu tanpa memperbolehkan peserta beli di luar. Plus minus tentu ada, karena meski mudah didapat dan sudah pasti seragam buat semua pembalap, belum tentu ideal. Maksudnya, pembelian tidak bisa dilakukan sesuka hati ketika muncul kebutuhan khusus seperti untuk setting mobil atau latihan.
Ketentuan pembatasan oktan rupanya dinilai ideal. “Dulu pertama kali dipakai pada kelas GT Car 2009,” ujar Alvin Bahar, koordinator pelaksana one make race Honda Jazz Speed Challenge sembari mengenang popularnya pembatasan oktan di bahan bakar ketika masih ada balap touring di Karawaci, Tangerang. Penggunaan BBM dengan oktan 95 disinyalir untuk membuat balapan lebih terjangkau ketimbang melepas penggunaan racing fuel yang harganya jauh berlipat ganda. sehingga bisa menarik minat pembalap-pembalap baru.
Pada saat itu terjadi penentuan RON (Research Octane Number) alias angka oktan riset BBM yang diperbolehkan pada kejurnas adalah 95,2. OMR Jazz pada saat itu pun ikut menerapkan pembatasan oktan. “Waktu itu lebih longgar, yaitu 95,5. Karena dari hasil pemeriksaan oktan beberapa BBM, ada yang nilai oktannya melebihi 95. Sejak 2012, OMR pakai oktan 95,0,” bilang Alvin lagi.
Hal ini selaras dengan beberapa percobaan yang dilakukan yang dilakukan OTOMOTIF terhadap kualitas bahan bakar di Ibukota, terutama pada nilai oktannya. Seperti pada edisi 38/XV tahun 2006, bekerja sama dengan PT. Catur Bangun Putra (CBP), konsultan perminyakan menggunakan Zeltex ZX-101C portable octane analyzer. Tercatat pada saat itu, nilai oktan BBM dengan kualitas serupa, yaitu Pertamax Plus sempat tercatat paling tinggi dengan oktan 95,9 dan Shell Super Extra 95,2. Sedangkan pada edisi 19/XIX 2009, kembali tes diadakan dengan hasil Pertamax Plus (oktan 95,5) dan Shell Super Extra (oktan 95,0). Angka oktan Pertamax Plus umumnya memang lebih tinggi dalam tingkat desimal ketimbang Shell Super Extra.
Lantas sebelum balap, bisa dilihat kondisi oktan dan BBM di pasaran. “Biasanya disiapkan sampel BBM dari beberapa SPBU. Ada dua pilihan, bisa dipatok pada 95,2 sesuai regulasi atau dinaikkan kalau ada yang lebih tinggi,” imbuh Alvin.
Seperti diakui H.M. Gazy Amin, direktur CBP. “Tergantung SPBUnya. Biasanya kalau SPBU ramai, pergantian bahan bakarnya cepat. Sehingga nilai oktan tetap tinggi. Pada SPBU yang lebih sepi, bahan bakar lebih lama tersimpan bisa menyebabkan degradasi oktan,” ulas Gazy yang kerap didaulat melakukan pelayanan pengecekan oktan saat scruutineering.
Pengambilan sampel bahan bakar, dilakukan dua kali. Langsung setelah peserta kualifikasi dan balap. Pengecekan dilakukan terhadap tiga pembalap teratas.
Dengan adanya pembatasan oktan, tentu mekanik dan tim mesti lebih pintar mengatur ketersediaan bahan bakar. Misalnya, dengan menggunakan bahan bakar yang sama saat setting dan balap agar tidak ada perbedaan performa.
Termasuk menghindari penggunaan BBM yang berbeda agar kadar oktan tetap tertakar. Seperti yang dialami Taqwa. “Hari Kamis dan Jumat memang pakai BBM dibeli dekat bengkel. Lalu Sabtu baru pakai BBM dari Shell Sentul. Padahal bensin di tangki tinggal sedikit saat ditambahkan,” paparnya. Alhasil, oktan mobil Fitra Eri tercatat 95,2, melebihi regulasi OMR yang 95,0. Dengan adanya perbedaan patokan oktan ini, kemungkinan besar regulasi OMR akan disamakan dengan kejurnas pada seri 4 mendatang.
Regulasi pembatasan oktan terbukti mengatasi perbedaan kualitas BBM untuk balap mobil. Kalaupun ada perbedaan nilai oktan, hendaknya dicarikan solusi terbaik mengenai lokasi perolehan BBM maupun deviasi angka pembatasnya. (otosport.co.id)