Pilihan Motor Sesuai Postur (bag.2), Sesuaikan Dengan Keadaan

billy - Jumat, 5 Agustus 2011 | 14:55 WIB

(billy - )

Sebelumnya, sudah di bahas memilih sepeda motor sesuai dimensi badan. Untuk yang punya kelebihan berat badan, berpostur tinggi atau yang cenderung bertubuh mungil. Tapi sayangnya tidak banyak pilihan yang bisa dilakukan pengendara yang tubuhnya tergolong di atas atau di bawah rata-rata orang Asia.

 

Peredam kejut diseting agar sesuai kebutuhan
Karena ya seperti yang dikatakan kalau motor yang beredar umumnya, didesain sesuai peruntukan. Pilihan terbaiknya bisa ditempuh lewat cara modifikasi. Ini dikejar demi mencapai segitiga berkendara atau riding position yang ideal. Sehingga riding akan terasa lebih nyaman.

Langkah modif, bisa saja dengan mengubah posisi pijakan kaki. Atau, juga lewat cara penggantian raiser setang agar posisi kemudi lebih tinggi. “Untuk keperluan harian, sebenarnya tidak disarankan mengubah,” saran Hendro Aryono, dari Divisi Safety Riding PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI)..

Bagi Wahyu yang punya badan tinggi besar, penyesuaian utama terletak di peredam kejut. Dengan bobot yang besar, sok belakang dibuat lebih keras. Sehingga sok tidak terlalu empuk mengayun bahkan amblas.

“Apalagi ketika dipakai berboncengan dengan istri,” bebernya sembari bilang bobot istri sekitar 50 kg.

Power Weight To Ratio

Ini juga bisa jadi acuan buat pilih motor. Yup, Power Weight To Ratio (PWTR). Artinya, tenaga yang dihasilkan motor juga kudu dipertimbangkan untuk power mesin dan  berat pengendara.

Pemilik badan tinggi besar cenderung memilih model sport ketimbang skubek. Ini jawabannya. Misal, tenaga motor sport bisa sentuh angka 23 dk/ 8.500 rpm dan beratnya 130 kg. Maka diketahui, setiap 1 dk menarik 5,65 kg.


Semakin besar angka, semakin berat akselerasi
Sedang pacuan bebek, tenaga standar bermain di angka 9,5 dk/ 7.000 rpm dengan bobot 100 kg. Maka PWTR yang dihasilkan, 1 dk menarik 10,52 kg. So, pacuan bebek cenderung lebih berat berlari ketimbang sport.

Belum lagi jika bobot yang dihitung di atas ditambah bobot tubuh pengendara. Faktor PWTR ini juga akan berpengaruh ke pada konsumsi bahan bakar yang tercipta. Semakin besar angka yang tercipta, bahan bakar bisa menjadi lebih boros. Tidak kalah penting, usia komponen. Part juga bisa lebih cepat aus.

Kebutuhan Balap

Bicara pacuan untuk kebutuhan harian, tentu berbeda dengan besutan balap. Untuk keperluan balap, cenderung menyesuaikan ke rider. Ergonomi dan riding position didesain sesuai postur tubuh masing-masing.

Ini berlaku untuk semua pacuan. Misal, di pacuan bebek MP5 atau MP6 yang dipacu anak-anak berusia 14 tahun. Tentu agak berbeda dengan underbone yang ditunggangi seniornya di MP1 atau MP2. Karena postur tubuh pasti lebih tinggi.


 Kebutuhan balap, ergonomi lebih spesifik ke rider

Kondisi seperti ini juga dirasakan sendiri oleh MOTOR Plus ketika mengunjungi paddock tim Repsol Honda di Sepang tahun 2007. Kala itu, tim ini dihuni Nicky Hayden dan Dani Pedrosa. Meski mengusung tipe motor yang sama (Honda RCV212), tapi ergonomi yang diberikan tiap motor berbeda.

 Jarak footstep ke jok di motor Pedrosa lebih dekat ketimbang milik Hayden. Ini disebabkan tubuh Pedrosa yang lebih pendek ketimbang Hayden. Maka itu, mekanik yang bekerja juga mengukur ketinggian footstep dengan setang dan jok kala itu.  (motorplus-online.com)