Out put tegangan CDI AC di putar 10.000 rpm (kiri). Grafik osciloskop pada CDI AC memperlihatkan noise yang tinggi (kanan)
Nah, hingga saat ini banyak yang berpendapat kalo sistem pengapian AC punya keunggulan mampu menyuplai tegangan lebih tinggi di putaran atas. Sehingga percikan api di busi jadi makin kuat dibanding jenis DC (direct current). Benar kah?
“Perlu diketahui, bahwa besar kecilnya percikan api di busi tergantung kemampuan koil melipatgandakan tegangan (voltase) yang keluar dari CDI. Semakin besar voltase yang disuplai oleh CDI ke koil, maka output dari koil ke busi akan makin besar pula,” bilang Tomy Huang, bos PT Trimentari Niaga (TN) selaku produsen CDI merek BRT yang bermarkas di Cibinong, Jabar.
Baru-baru ini OTOMOTIF coba melakukan eksperimen mengukur tegangan yang dihasilkan CDI jenis AC untuk Scorpio Z pakai alat uji khusus milik PT TN. Tapi CDI yang digunakan untuk bahan praktiknya masih dalam bentuk rangkaian PCB yang belum di-packing pada covernya.
Out put tegangan CDI DC di putaran 10.000 rpm (kiri). Grafik osciloskop pada CDI DC cenderung datar. Menandakan noise yang rendah (kanan)
“Pada sistem pengapian AC, di putaran rendah tegangan yang keluar dari CDI memang tinggi. Tapi arusnya kecil. Sebaliknya di putaran tinggi, tegangannya akan mengecil. Sedang arusnya yang membesar,” terang Tommy.
Oke, itu tadi kan pakai CDI AC-nya Scorpio Z. Nah, pembuktian berikutnya kami coba menguji CDI jenis DC untuk Scorpio Z juga. Kebetulan BRT mengeluarkan otak pengapian DC untuk motor sport Garputala berkapasitas 225 cc ini. Tipe yang kami ambil Neo Hyperband seharga Rp 410 ribu.
“Kalau pakai CDI ini tinggal pasang saja. Tidak perlu mengubah sistem kelistrikan. Hanya perlu mengambil setrum DC (dari aki) di kabel warna cokelat pada flasher sein. Ada kabel tambahan di CDI yang nantinya dihubungkan ke kabel cokelat flasher itu,” tukas Heri dari bagian technical service TN.
Hasilnya, di putaran stasioner (1.500 rpm) tercatat tegangan yang keluar dari CDI DC tersebut sudah mencapai 241,6 Volt. Sedang waktu putaran mesin dinaikkan di 5.000 rpm. Tegangan turun jadi 207,4 Volt. Tidak terlalu drop dibanding CDI AC yang turunnya sampai 139,9 Volt.
Lalu saat putaran mesin dinaikkan lagi jadi 10.000 rpm, voltasenya hanya turun jadi 176,0 Volt. “Pada sistem pengapian DC, di putaran rendah tegangan yang keluar besar dan arusnya kecil. Sedang pada putaran tinggi arusnya juga makin besar kayak CDI AC. Tegangannya juga ikut turun, tapi gak sebanyak tipe AC. Efek yang akan didapat, percikan api di busi tetap baik dan stabil. Sehingga dari segi performa dan konsumsi BBM akan lebih baik,” jelas Tomy.
Masih kata pria ramah ini, efek itu akan lebih terasa pada motor bersistem pengapian AC yang jam terbangnya sudah tinggi. “Karena sepul pengapian ada umurnya. Makin lama kinerjanya akan makin menurun. Sehingga kemampuan mengasilkan tegangan juga ikut menurun. Dampaknya, performa mesin dan konsumsi BBM jadi makin boros. Itulah kenapa kebanyakan motor-motor sekarang sistem pengapiannya pakai jenis DC. Karena sistem ini lebih stabil. Tentunya tergantung kondisi akinya juga,” tutupnya. (motorplus.otomotifnet.com)