OTOMOTIFNET - Biker kasak-kusuk soal busi berelektroda platinum.
Katanya bikin mesin panas. Ada lagi disebut, busi yang lebih mahal dari busi standar itu cepat mati. Toh, ada yang ngaku sebaliknya. Sejatinya, kayak apa sih busi platinum itu?
Bicara busi berelektroda platinum, rasanya tidak sahih kalo gak beberin tipe lainnya. Tapi, biar fokus, soal busi bahan elektroda lain, monggo baca di boks.
Dijelaskan Dodi Hardianto, Manajer Marketing PT Denso Indonesia, produsen busi Denso. Katanya sifat busi platinum beda dengan busi standar bawaan motor yang berbahan nikel (tembaga).
Katanya, spek platinum di atas nikel (tembaga) atau emas. “Tapi, platinum di bawah iridium. Penghantar listrik dan tahan panas terbaik adalah iridium digabung platinum,” jelasnya.
Elektroda busi platinum lebih runcing dari busi nikel. “Platinumnya cuma di ujung elektroda, diameternya 0,6–0,8 milimeter. Sisanya, tetap nikel,” ujar Dodi lagi.
Sifat platinum yang lebih tahan panas dari nikel bikin busi berelektroda platinum punya plus. Kata Dodi, “Cocok buat motor kompresi tinggi, kayak dibore up. Atau, motor yang biasa dipakai jalan jauh seperti turing dan suka main rpm tinggi.”
Sayangnya, keuntungan ini bisa jadi bumerang jika pemakaian motor tak sesuai sifat platinum. Misalnya, motor dengan kompresi rendah, atau motor yang pemakaiannya di dalam kota saja. “Pokoknya tak cocok untuk motor pemakaiannya standar,” tukasnya.
Karena platinum yang lebih tahan panas dari nikel, busi platinum masuk kategori busi dingin. Artinya, dipakai di mesin berkarakter panas, rpm tinggi, kompresi pun tinggi. Spek ini sudah diterapkan di motor modern, dengan kompresi di atas 10 : 1.
Dari semua kondisi itu, Dodi menyebut, busi platinum, mestinya bisa mendongkrak power motor. “Sebab hantaran pengapian dari koil membaik. Lentikan apinya pun lebih sempurna. Akhirnya, pembakaran bensin di ruang bakar lebih sempurna,” pungkasnya.
Tapi, jika kondisi mesin yang disyaratkan demi pake busi platinum tak terpenuhi, Dodi akui hasilnya bisa sebaliknya. Misal, “Mesin kompresi rendah, muntir gas di rpm rendah, malah bikin ujung elektroda diselimuti kerak sisa pembakaran. Makanya mesin bisa panas, tenaga loyo, atau sampai mati,” jelasnya.
Jika elektroda busi platinum sudah berkerak, problem kian besar jika salah merawat. Padahal, usia busi platinum bisa sampe 30.000 kilometer. Sebab, ujung elektroda platinum haram disikat kawat atau diampelas. Platinumnya bisa hilang dan busi mati sama sekali. “Cukup dicuci atau disemprot cairan pembersih mesin atau karburator, lalu ujungnya diusap kain bersih,” wanti Dodi.
Nah, kalau sudah begini, harusnya tidak ada lagi yang bilang busi platinum lebih jelek dari busi nikel.
Ada Nikel, Emas dan Iridium
Motor standar dari diler dibekali busi dengan elektroda berbahan nikel alias tembaga. Busi ini sebenarnya sudah baik, karena sesuai dengan mesin standar.
Jika ingin memperbaiki pengapian dari busi, tahap pertama bisa pakai yang berelektroda platinum. Busi tipe ini bikin pembakaran lebih sempurna. Tapi, menuntut seting ulang karburator lebih banyak bahan bakar.
Motor standar dari diler dibekali busi dengan elektroda berbahan nikel alias tembaga. Busi ini sebenarnya sudah baik, karena sesuai dengan mesin standar.
Jika ingin memperbaiki pengapian dari busi, tahap pertama bisa pakai yang berelektroda platinum. Busi tipe ini bikin pembakaran lebih sempurna. Tapi, menuntut seting ulang karburator lebih banyak bahan bakar.
Di level lebih tinggi, bisa pakai busi iridium. Tapi, busi ini untuk mesin yang lebih ekstrim lagi. Karena lebih tahan panas. Biasanya dipakai untuk mesin motor balap. Jika kondisi terpenuhi, usia pakainya bisa lebih lama.
Namun, Dodi Herdianto menyebut, sebenarnya untuk keperluan balap, businya beda lagi. “Sayangnya busi ini tidak cocok untuk pemakaian harian. Karena umurnya tidak lama. Dan hanya untuk mesin yang rpmnya minimal 6.000,” tutupnya. Tapi awas! Jangan terkecoh busi berkode R. Itu bukan busi Racing. Tapi busi resistor. Busi ini lebih pas untuk motor yang pakai perangkat digital.