Menangguk Rupiah Di Rambu Larangan Parkir

billy - Jumat, 2 November 2012 | 13:01 WIB

(billy - )


Babe Karta (bukan nama sebenarnya), 58 tahun, sudah 20 tahun menggantungkan periuk nasinya sebagai juru parkir. Ruas yang dijaganya hanya sekitar 10 meter dengan lebar 3 meter di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat dekat pusat hiburan malam.

Untuk ke tempat kerjanya, pria asli Betawi dan ayah 6 anak ini cukup 5 menit jalan kaki dari rumah petaknya tak jauh dari situ. Biasanya, Babe tugas mulai pukul 19.00 hingga menjelang subuh.

“Ya paling matinya dapat Rp 100 ribu. Kalau weekend bisa 2 kali lipatnya. Sejak ada tanda itu (sambil menunjuk rambu di larang parkir), saya nggak diminta lagi setoran ke petugas Pemda. Sebelumnya, saya mesti setor Rp 50 ribu per malam. Yang sebelah noh (sana) yang dekat diskotik setor Rp 150 ribu,” ujar Babe polos. Meski memakai seragam, dipastikan Babe adalah tukang parkir liar. Karena tak memiliki ID-Card

Sejak setahun lalu, Dinas Perhubungan DKI memang menghapus parkir on street di sepanjang Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Gajah Mada. Tujuannya, untuk mengurai kemacetan.

Nyatanya, pada malam hari, pada 2 ruas jalan yang banyak terdapat tempat hiburan malam itu disesaki kendaraan. Kenapa seolah larangan itu hanya berlaku siang hari?

Babe yang buta huruf mungkin juga tidak tahu kalau di areal itu dilarang parkir. “Saya kan juga setor ke polisi. Sekadar rokok sih. Juga setoran ke ormas. Makanya ya saya tenang ngatur parkir di sini,” urai pria beruban yang salah satu anaknya juga berprofesi sebagai tukang parkir bergantian shift dengannya.
 (mobil.otomotifnet.com)