Sejak Kejurnas Kelas 600 cc berjalan 4 tahun lalu proses regenerasi pembalap masih belum berjalan dengan sempurna karena sejauh ini muka baru yang hadir di grid start tercatat Ahmad Saugi, H Yudhistira, Rafid Topan, Nico Julian dan Dimas Ekky.
Pembalap newbie dengan pengalaman di kisaran 2 tahun di atas sadel motor 600 cc melawan seniornya seperti Sudarmono, Doni Tata dan M Fadly. Sedikit kontras dengan ramainya kelas OMR Kawasaki Ninja 250 dan Honda CBR 250R yang diikuti puluhan starter dengan banyak tim baru.
Nampaknya hal ini disebabkan pembalap road race Indonesia yang umumnya lahir dan besar dari motor bebek. Ternyata mereka membutuhkan waktu lebih untuk beradaptasi dengan motor 600 cc yang punya berat 2 kali dengan tenaga 5 kali lipat dari underbone 4-tak.
Ini dibuktikan oleh Rafid Topan yang tahun lalu harus sering mendarat di gravel Sirkuit Sentul karena terlempar dari sadel Yamaha R6. Tak gampang memang beralih dari motor bebek ke moge 600 cc karena semuanya begitu berbeda terutama kekuatan mesin ratusan dk yang membutuhkan kendali sempurna, setting suspensi pas dan konsisten di tiap lap. Bukan perkara mudah untuk dipelajari dalam waktu singkat, sehingga memperbanyak jam terbang jadi satu-satunya jalan menguasai motor Supersport yang punya top speed 240 km/jam di trek lurus Sentul.
Untuk urusan motor 600 cc yang harganya ratusan juta, bisa dibilang tak kelewat susah dibeli tim road race, yang jadi masalah justru cari pembalapnya dan setting ECU plus suspensi. “Berminat sih cari pembalap muda yang potensial untuk balap 600 cc tapi enggak gampang nemu yang pas,” kata Angga Kurniawan, bos Anjany Racing.
Tahun ini tim Anjany Racing jajal Ali Adrian di kelas Supersport 600 Asia Road Race Championship setelah tahun lalu jadi jawara kelas ¼ liter. Langkah seperti ini patut diapresiasi agar potensi pembalap berbakat terus naik tak stagnan di kelas itu-itu saja.
Bisa dilihat sebenarnya alur penjenjangan sudah ketemu karena lulusan dari Kelas Sport 250 cc seperti Adrian dan Nico cukup cepat tune-in ketika naik ke motor 600 cc. Sehingga buat pembalap underbone bisa diarahkan untuk bermain di Kejurnas Sport 250 cc dulu minimal setahun untuk membiasakan dengan motor bertangki.
Ketika sudah lancar di motor 250 cc maka pindah ke moge 600 cc tak terlalu kaget karena secara dimensi dan bentuk tak beda jauh. Yang agak repot buat pembalap yang terikat kontrak dengan Yamaha yang tak punya motor sport murni 250 cc sehingga mereka harus loncat ke 600 cc seperti Rafid Topan.
Tapi ini balik lagi ke komitmen pembalap dan tim untuk fokus ke penjenjangan karena bermain di kelas 600 cc punya nuansa beda karena faktor biaya, perawatan dan setting motor pun sama sekali berbeda dengan bebek. Tetap semangat! (otosport.co.id)
Pembalap newbie dengan pengalaman di kisaran 2 tahun di atas sadel motor 600 cc melawan seniornya seperti Sudarmono, Doni Tata dan M Fadly. Sedikit kontras dengan ramainya kelas OMR Kawasaki Ninja 250 dan Honda CBR 250R yang diikuti puluhan starter dengan banyak tim baru.
Nampaknya hal ini disebabkan pembalap road race Indonesia yang umumnya lahir dan besar dari motor bebek. Ternyata mereka membutuhkan waktu lebih untuk beradaptasi dengan motor 600 cc yang punya berat 2 kali dengan tenaga 5 kali lipat dari underbone 4-tak.
Ini dibuktikan oleh Rafid Topan yang tahun lalu harus sering mendarat di gravel Sirkuit Sentul karena terlempar dari sadel Yamaha R6. Tak gampang memang beralih dari motor bebek ke moge 600 cc karena semuanya begitu berbeda terutama kekuatan mesin ratusan dk yang membutuhkan kendali sempurna, setting suspensi pas dan konsisten di tiap lap. Bukan perkara mudah untuk dipelajari dalam waktu singkat, sehingga memperbanyak jam terbang jadi satu-satunya jalan menguasai motor Supersport yang punya top speed 240 km/jam di trek lurus Sentul.
Tahun ini tim Anjany Racing jajal Ali Adrian di kelas Supersport 600 Asia Road Race Championship setelah tahun lalu jadi jawara kelas ¼ liter. Langkah seperti ini patut diapresiasi agar potensi pembalap berbakat terus naik tak stagnan di kelas itu-itu saja.
Bisa dilihat sebenarnya alur penjenjangan sudah ketemu karena lulusan dari Kelas Sport 250 cc seperti Adrian dan Nico cukup cepat tune-in ketika naik ke motor 600 cc. Sehingga buat pembalap underbone bisa diarahkan untuk bermain di Kejurnas Sport 250 cc dulu minimal setahun untuk membiasakan dengan motor bertangki.
Ketika sudah lancar di motor 250 cc maka pindah ke moge 600 cc tak terlalu kaget karena secara dimensi dan bentuk tak beda jauh. Yang agak repot buat pembalap yang terikat kontrak dengan Yamaha yang tak punya motor sport murni 250 cc sehingga mereka harus loncat ke 600 cc seperti Rafid Topan.
Tapi ini balik lagi ke komitmen pembalap dan tim untuk fokus ke penjenjangan karena bermain di kelas 600 cc punya nuansa beda karena faktor biaya, perawatan dan setting motor pun sama sekali berbeda dengan bebek. Tetap semangat! (otosport.co.id)