Ditindak atau ditilang tanpa alat ukur, validitasnya dipertanyakan masyarakat
Seperti Operasi Simpatik yang digelar petugas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka melakukan operasi ketertiban dan kelengkapan surat-surat kendaraan. Termasuk persoalan knalpot bersuara bising ini.
“Kami secara rutin mengadakan operasi simpatik seperti ini. Tujuan kami agar masyarakat merasa nyaman, aman, lancar dan tertib berkendara di kota Yogyakarta ini. Apalagi Jogja sebagai Kota Budaya, Kota Pariwisata dan Kota Pelajar. Sehingga hal itu sangat dibutuhkan masyarakat pada khususnya dan wisatawan pada umumnya. Selain soal surat-surat yang kami tertibkan, juga soal kelengkapan kendaraan bermotor itu sendiri. Termasuk soal knalpot,” kata Kompol Bambang Sukmo Wibowo, SIK., M. Hum Satlantas Polresta Yogyakarta.
Andi Maulana, pengendara Honda Tiger Jogja yang menggunakan knalpot racing harus mengganti knalpot motornya dengan yang standar, “Alasannya karena mengganggu ketertiban,” jelasnya.
Persoalan knalpot memang masih belum jelas. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Kepolisian belum memiliki angka baku berapa kebisingan knalpot. Knalpot standar pabrikan berkisar antara 80-90 db. “Memang belum ada angka bakunya,” kata Eddy Gunawan, Kasubdit Akreditasi dan Sertifikasi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub.
Untuk itu, pihak produsen sangat mengharapkan pemerintah memberikan kejelasan soal aturan seberapa besar bising. AHRS produsen knalpot berharap hal ini tidak berlarut-larut. “Pastikan saja angka yang diperbolehkan. Kami tinggal ikuti,” jelas Asep Hendro, bos AHRS yang telah mendesain knalpot Silent Performance untuk menyiasati persoalan ini.
Selain itu, pihak kepolisian juga mesti memiliki alat standar yang bisa mengukur secara presisi kebisingan knalpot. Jika aturan sudah baku dan alat ukur sudah digunakan, silakan ditindak dan di hukum. Tapi, kalau tidak ada alat ukur yang pasti, dianggap mengada-ada. (motorplus-online.com)