Perbaikan Jalan Raya, Idealnya Seperti Apa?

billy - Jumat, 6 Juli 2012 | 09:04 WIB

(billy - )


Jakarta - Kondisi jalan di beberapa ruas lajur protokol Jakarta kian memprihatinkan. Walau telah diperbaiki namun tetap saja hasilnya kurang maksimal. “Saya kecewa, memang lubang-lubangnya sudah ditambal, namun hasilnya tidak maksimal. Malah jadi seperti benjolan ataupun cekungan,” beber Indra, pengguna sepeda motor yang belum lama ini mengalami kecelakaan akibat tidak ratanya elevasi tambalan.

Salah satu contohnya adalah ruas jalan Gatot Subroto (depan Museum Satria Mandala hingga Semanggi) dan arah sebaliknya hingga menuju jalan MT. Haryono. Tampak sejumlah tambalan yang tidak rata. Apalagi di depan Museum Satria Mandala hingga semanggi terdapat perbaikan jalan yang belum selesai, sehingga material kerikilnya berserakan di jalan. Akibatnya bisa membuat pengendara sepeda motor celaka karena licin.

Nah sebetulnya seperti apa sih mekanisme perbaikan jalan, terlebih yang memiliki traffic tinggi? Kemudian siapa yang bertanggung jawab terhadap proses perbaikannya?

Seperti diketahui kelas jalan terbagi atas beberapa kriteria yakni jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, hingga jalan kelurahan. “Ruas jalan Gatot Subroto dan seterusnya itu tergolong jalan nasional. Secara jaringan, jalan ini berfungsi sebagai arteri jarak jauh atau lalu lintas antar kota yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota pendukungnya,” jelas Dr. Ir. Hedy Rahadian, Msc, Kepala Sub Direktorat Teknik Jalan Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga.

Jika diklasifikasikan sebagai jalan Nasional, maka pengelolaan terkait maintenance untuk arteri Gatot Subroto, MT. Haryono hingga seterusnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. “Namun seiring perkembangan, jalan tersebut kini dilengkapi lajur Busway, yang kewenangannya melibatkan Pemda DKI Jakarta. Namun secara hukum, penanganannya tetap di Pemerintah Pusat, dalam hal ini kewenangan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IV,” lanjut Hedy, yang berkantor di Jl. Pattimura, No. 20, Kebayoran Baru, Jaksel.

Lantas mengapa perbaikan jalan terkesan alakadarnya sehingga tidak memikirkan kualitas dan usia pakai jalan. “Terdapat 5 indikator pelayanan. Harus memiliki aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, kecepatan dan kenyamanan. Untuk memenuhi kelimanya, anggaran harus optimal. Jika kurang maka pemenuhan kelimanya jadi kurang maksimal,” tambahnya.

Terkait hal ini, Hedy menyebutkan Kementerian PU butuh Rp 147 triliun dalam 5 tahun. “Saat ini kita masih belum sepenuhnya dapat anggaran tersebut. Jika kita punya Rp 147 triliun, maka kita menjanjikan 94 persen jalan nasional pada akhir tahun 2014 dalam kondisi mantap,” kata Hedy, sambil menambahkan target anggaran tersebut dalam proses pemenuhan.

MEKANISME PERBAIKAN

Dalam proses perbaikan jalan terdapat mekanisme yang telah disesuaikan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Bina Marga. “Untuk menentukan jadwal pengerjaan, pelaksanaan teknik hingga pemilihan rekayasa teknologi perbaikan jalan,” terang Rachmat Agus, pegawai senior Direktorat Bina Marga yang menangani teknik dan spesifikasi jalan.

Menurut Rachmat, mekanisme perbaikan jalan yang dilakukan oleh sejumlah kontraktor selama ini masih salah kaprah. “Misalnya soal penambalan, yang semestinya diawali dengan mencoak area yang berlubang hingga berbentuk persegi. Kemudian menggali lubang tersebut hingga tampak tidak ada lagi material yang mudah terkikis. Dilanjut dengan mengisi pelapis atau agregat dan kemudian diisikan hot mix,” lanjut Rachmat yang juga tergabung di asosiasi Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia.

Nah perihal kualitas tambalan, Rachmat mengatakan temperatur hot mix saat dituangkan tidak boleh di bawah 80 derajat celcius. “Selain itu, toleransi ketinggian tambalan tidak boleh melebihi 2 mm,” urai Rachmat, seraya menyinggung teknologi cool mix yakni aspal dingin yang dapat dijadikan alternatif untuk memaksimalkan tambalan.

INSTRUMEN SAFETY

Menilik penanganan perbaikan jalan di ruas Gatot Subroto yang material kerikilnya berserakan hingga ke bahu jalan. Maka jelas hal tersebut tidak sesuai dengan faedah safety. Peringatan dini perlu dilakukan untuk menghindari kecelakaan.

“Terdapat beberapa instrumen safety yang harus dipenuhi. Pertama adanya rambu peringatan dini perbaikan jalan, rambu batas kecepatan, pembatas jalan berupa kun dan terakhir boks di lokasi pekerjaan jalan. Rambu peringatan dini disesuiakan dengan rasio kecepatan di jalan. Bisa juga diimprovisasi dengan menyertakan petugas yang menggunakan sinyal berupa lampu maupun bendera,” rinci Rachmat.

Instrument safety ini menjadi tanggung jawab kontraktor selaku pelaksana di lapangan. Karenanya berhak mengajukan klausul instrumen keselamatan itu dalam pengajuan anggaran proyek. “Saat ini instrumen keselamatan mutlak disertakan dalam setiap proyek perbaikan jalan,” bebernya lagi. (mobil.otomotifnet.com)