Sistem Kontrol Elektronik MotoGP, Biar Rumit Asal Sempurna

billy - Jumat, 7 September 2012 | 09:38 WIB

(billy - )


MotoGP adalah balap motor yang kompleks dengan segala aturan main membuat riset intensif para insinyur bekerja keras mencari celah regulasi yang legal. Jika bagian mesin bertugas menghasilkan tenaga yang cukup kuat buat balap dan bertahan minimal untuk 3 seri.

Maka pertanyaan selanjutnya bagaimana mengontrol tenaga mesin sampai 240 dk ini agar efektif buat mengitari sirkuit sekencang mungkin. Ini tugas sistem kontrol elektronik terpadu yang bisa dibilang lebih komplet dari sekedar ECU biasa yang mengontrol debit bensin dan derajat pengapian.

Sistem yang dibangun insiyur ini sangat rumit karena bekerja terpadu dengan bagian lain seperti suspensi. Dalam prakteknya sistem elektronik MotoGP memantau dan menganalisa setiap bagian yang bergerak. Secara real time setiap pergerakan motor di sirkuit bisa dipantau langsung dari paddock.

Gerakan pembalap yang dinamis terhadap perilaku motor dari cara mengerem, mengambil tikungan, merebahkan motor, membuka gas dan lainnya. Perilaku pembalap di atas motor ini yang akan dianalisa dan diterjemahkan oleh sistem elektronik yang selanjutnya akan mengantisipasi dengan beberapa penyesuaian ke mesin, suspensi, pengapian dan injeksi.

Tuntutan MotoGP masa kini dengan aturan yang kian ketat seperti bensin 21 liter dan batasan 18.000 RPM mengharuskan motor MotoGP tampil sempurna. Artinya mesin mampu menghasilkan tenaga kuat, suspensi menjaga kestabilan, pengereman stabil dan irit, semua dikerjakan secara simultan secara bersamaan.

Pengertian irit di sini dengan jatah bensin 21 liter harus cukup sejak motor keluar paddock untuk warming up sampai selesai bendera finish dikibarkan. Sungguh memalukan kalau motor kehabisan bensin menjelang finish sehingga setiap tetes bensin di nosel harus dikontrol secara presisi oleh sistem elektronik.

Era kembalinya MotoGP 1.000 cc tahun ini membuat tim pabrikan harus melakukan riset mendalam soal sistem elektronik. “Kami mengganti kontrol elektronik yang pas untuk mesin 1.000 cc, terutama di kontrol traksi, kontrol wheelie dan engine braking,” kata Masahimo Nakajima, GM Yamaha Motorsport Development Division.

Yamaha berkolaborasi dengan Magneti Marelli untuk membuat sistem kontrol elektronik generasi 1.000 cc yang dikembangkan dari sistem di M1 800 cc. Mengunakan kecerdasan buatan yang mampu menganalisa apakah posisi motor sedang belok rebah, wheelie, pengereman dan sebagainya.

Otak robot Asimo dengan sensor gyroscopic buatan Honda juga diterapkan oleh HRC di RC212V dan RC213V karena kemampuannya menjaga kestabilan motor meski motor sedang bermanuver. Logika yang sama ketika robot Asimo bisa berjalan atau loncat tanpa terjatuh.

Tapi yang dianalisa oleh sistem kontrol ini bukan apa yang terjadi di motor tapi membaca reaksi pembalap terhadap motor yang dinaiki. Di satu sisi akan menguntungkan saat pola pikir komputer ini bisa sejalan dengan kemauan pembalap.

Jika yang terjadi kebalikan semisal pembalap menekuk setang sambil membuat roda belakang sliding untuk belok, jika sistem komputer salah menerjemahkan kemauan pembalap dengan tepat maka yang terjadi pengapian akan dimatikan karena dianggap roda belakang tak terkontrol.

Butuh waktu untuk pembalap memahami sekaligus insiyur melakukan penyesuaian sensor dan piranti lunak agar sistem komputer ini sehati dengan kemauan pembalap. Butuh riset mendalam dengan dana besar untuk melakukan ini sehingga sistem kontrol ini menjadi pos pengeluaran terbesar di tim MotoGP.

Pada akhirnya sistem elektronik canggih ini yang menjaga investasi seharga 5 milliar di sirkuit tetap utuh sampai selesai balapan. Motor MotoGP adalah kombinasi dari kencang, stabil dan irit.

Meski dikritik, sistem elektronik membuat kemampuan pembalap seolah direduksi karena banyaknya bantuan kontrol otomatis tapi tanpa sistem elektronik ini maka motor MotoGP jadi tak mungkin dinaiki dengan benar! (otosport.co.id)