Saatnya Anak Klub Jadi Pionir Safety

Editor - Rabu, 22 Juli 2009 | 06:53 WIB

(Editor - )

OTOMOTIFNET - Anggapan kalau keselamatan berkendara semata-mata berkaitan sama kehati-hatian si driver masih sering jadi patokan. Walaupun bukan berarti salah, meski itu belum mencukupi buat menciptakan zero accident.

Tapi hanya terima info soal safety driving saja nyata tak cukup, butuh edukasi. Celakanya masih belum banyak pula dari komunitas otomotif yang pernah dapat informasi valid. Padahal komunitas adalah salah satu ujung tombak dari budaya aman berkendara.

Ambil contoh, Vania Christianty, humas Genji (Generation New Jazz Indonesia) dan Arief T. Ananta sebagai ketua umum Toyota Yaris Club Indonesia (TYCI). Mereka mengaku kalau ilmu safety driving belum pernah mereka terima secara intensif.

Baik Arief dan Vania jujur menyebut kegia­tan safety driving masih dianggap kegiatan dari satu perusahaan otomotif besar saja. Butuh biaya yang tak sedikit juga masih jadi anggapan keduanya.

Dari sudut perusahaan, yang getol kampanyekan aman berkendara secara eksternal, umumnya perusahaan asuransi kendaraan bermotor.

“Kampanye dan kegiatan safety driving adalah kegiatan corporate social responsibility kami,” kata L. Iwan Pranoto sebagai humas PT Asuransi Astra Buana (Garda Oto).

Menurut Iwan, angka kecelakaan yang masih tinggi bisa ditengarai dari angka klaim asuransi di Garda Oto. Porsinya mencapai 50% dari aplikasi yang disetujui. Mulai dari sekadar lecet hingga ringsek, karena kejadian tunggal ataupun melibatkan pemakai jalan lain. “Itu semua termasuk ‘kecelakaan’,” tegasnya.

Bayangkan kalau tahun ini saja diprediksi terjual 500 ribu unit mobil baru, berarti 250 ribu unit yang bakal celaka. Angka itu makin ngeri jika digabung sepeda motor yang dekati 5 jutaan unit. Keduanya tentu punya gesekan yang besar saat berada di jalan raya.

Apalagi, Arief serta Vania juga tak tutup mata jika ada anggota komunitas mereka yang dapat SIM lewat jalur khusus. Pastinya tak pernah dapat info berlalu-lintas, da­lam ukuran minimal sekalipun.

Kalau sudah begitu sering ada saling tu­ding antarpemakai ja­lan raya jika terjadi kecelakaan. Bisa an­tara mobil dengan mobil, mobil dengan sepeda motor.

Bahkan saat ada kecelakaan tunggal mudah saja muncul tudingan ke soal sarana jalan itu sendiri. Rambu minim hingga petugas yang tak sigap mengatur lalu-lintas. Runyam.

Biar begitu, pentolan kedua komunitas di atas tegas rindukan edukasi soal safety driving. Arief justru getol mencari pihak yang bisa kasih ilmu sisik melik keamanan berkendara.

Tentu saja jika itu bisa di­lakukan dengan biaya ter­jangkau tanpa kurangi va­liditas ilmu serta efektivitas pe­nerapannya. Sebab tak semua anggota komunitas mampu mengeluarkan ang­garan yang tinggi untuk belajar ilmu aman berkendara.

Iwan menganggap ilmu safety driving sangatlah pen­ting, tak cuma bagi driver saat pegang setir. Skill siapkan kondisi teknis mobil juga penting buat dipelajari dan ini sepaket. Sebab, hanya karena lampu rem yang tak menyala saja bisa bikin nyawa seseorang bisa melayang.

Ayo klub siapa yang peduli?

Penulis/Foto: eRIE/Reza