Pakai Supercharger Atau Turbocharger Ya? Nih, Bedanya!

billy - Selasa, 26 April 2011 | 14:30 WIB

(billy - )


JAKARTA - Dalam dunia modifikasi mesin mobil, peningkatan tenaga menggunakan peranti forced induction selalu menjadi primadona. Pasalnya, tenaga yang dihasilkan bisa lebih menjulang ketimbang ubahan total mesin NA (naturally aspirated/tanpa turbo).

Ide utamanya adalah memasukkan udara lebih padat ketimbang sedotan asli mesin. Nah, pemakaian supercharger bisa menjawab hal itu. Peranti ini dikembangkan pada 1860 oleh kakak beradik Philander dan Francis Marion Roots dari Connersville, Indiana AS untuk meniupkan angin ke blast furnace atau tungku pembuat besi. Desainnya kemudian dinamai Roots Supercharger. Sedangkan peranti fungsional perdana pada 1885 oleh Gottlieb Daimler.

Supercharger membutuhkan sumber putaran untuk menggerakkan komponennya. Bisa berupa sepasang lobe dengan rongga atau dikenal sebagai roots supercharger, atau berupa ulir yang kerap disebut twin scroll supercharger.


 Intercooler berfungsi mendinginkan udara setelah dimampatkan
Sumber putarannya biasa diambil dari mesin. Rata-rata supercharger bisa memakai sampai sepertiga daya mesin buat memutar komponennya. Maka, banyak yang menyebut efisiensinya tidak sebaik turbo. Namun efek dari supercharger lebih spontan. Karena putarannya sudah terjadi sejak stasioner dan putaran rendah.

Sedangkan turbocharger diciptakan oleh insinyur Swiss Alfred Buchi yang mematenkannya tahun 1905. Kemudian kapal dan lokomotif diesel berturbo mulai bermunculan pada 1920. Pemakaiannya ramai untuk pesawat pada Perang Dunia II. Sedangkan pada otomotif, mobil pertama yang pakai turbo dibuat sekitar 1960.

Pada awalnya, pabrikan menyebut peranti ini sebagai turbosupercharger. Karena merupakan alat pemampat udara (supercharger) yang diputar dengan turbin. Turbinnya sendiri berputar karena tiupan gas buang. Penamaannya kemudian disingkat jadi turbocharger.

Turbo, begitu kemudian peranti ini dikenal, dianggap lebih efisien dari supercharger. Karena putaran bilahnya tidak memakan tenaga mesin. Seiring perkembangan, as penghubung bilah kompresor dan turbin pun dilengkapi bearing ketimbang bos logam biasa. Sehingga kitirannya lebih ringan.


 Turbocharger memanfaatkan putaran gas buang
Meski punya banyak kelebihan, turbo pun punya kelemahan. Seperti adanya waktu sebelum terjadi turbo spool atau berputarnya bilah compressor. Jeda waktu ini disebut turbo lag. Biasa terjadi pada putaran rendah kala embusan gas buang masih kecil. Begitu putaran naik dan gas buang kencang, turbo bekerja, maka terjadi peningkatan tenaga sangat signifikan.

Selain itu, bilah turbin yang bersentuhan dengan gas buang jadi panas. Membuat udara masuk pun panas. Maka, untuk mendinginkan, biasa dipakai peranti pendingin tambahan yang disebut intercooler. Peranti ini bisa juga dipakai pada sistem supercharger. Semakin dingin udara masuk, semakin padat, bukan?  (mobil.otomotifnet.com)