Sekolah Mengemudi: Mengajarkan Atau Membodohkan?

billy - Senin, 28 Maret 2011 | 17:04 WIB

(billy - )


JAKARTA
- Menjamurnya sekolah atau kursus setir mobil, disikapi sebagian kalangan sebagai sarana untuk mengasah skill mengemudi. Di lain pihak, mereka yang belum bisa nyetir sama sekali merasa sangat diuntungkan, lantaran tersedia fasilitas mobil untuk praktik langsung termasuk instruktur yang akan memandu.

Kurang Fokus
Umumnya sekolah mengemudi me­nerapkan waktu belajar selama satu jam untuk sekali pertemuan. "5-10 menit sebelum jalan siswa diberikan pengarahan lisan, tentang cara memakai kopling dan sebagainya, kemudian langsung praktik ke jalan umum," jelas Lili Suhaili, instruktur sekolah mengemudi di daerah Jaksel.

Materi yang diajarkan tergolong konvensional. Sempat membaca sekilas kertas panduan bagi siswa pada salah satu tempat kursus mengemudi. Hal-hal teknis memang terpapar secara teoritis seperti cara melepas kopling, memindahkan tuas perseneling, mengerem, menghidupkan lampu sen sampai teknik menahan kopling dalam kondisi macet di jalan menanjak.

Namun sayangnya, semua sekolah atau lembaga kursus mengemudi mobil tadi, tidak memberikan materi penunjang lainnya, yang bertujuan membentuk perilaku mengemudi yang baik dan benar termasuk panduan defensive driving bagi siswanya.

Secara garis besar, materi dan pelatihan yang diajarkan masih sangat umum dan kurang fokus. Artinya di sini, seseorang yang berhak mengendarai mobil dan mendapatkan surat izin mengemudi (SIM), mesti dibekali kemampuan mengemudi secara benar, termasuk mempersiapkan mental pengemudi yang siap menghadapi segala kondisi yang mungkin terjadi.

Contoh kasus seperti dialami Riri, salah seorang lulusan sekolah mengemudi mobil di perumahan Alam Sutera, Serpong, Tangerang. "Lulus dari sekolah setir memang langsung mendapat SIM, tapi kalau disuruh memarkir mundur mobil masih enggak berani, karena pernah menabrak tiang di belakang mobil saya," kenang mahasiswi Universitas Pelita Harapan ini.

Hal seperti dialami Riri tadi memang tidak jarang dialami para jebolan sekolah mengemudi saat ini. Ketidak fokusan pihak penyelenggara kursus dalam mengajarkan sesuatu yang memang diperlukan calon pengemudi, seperti kesadaran berperilaku yang baik selama berkendara, masih menjadi PR besar yang harus segera dibenahi.

Memang semua penyelenggara kursus mengemudi mobil, menggaransi seluruh akibat yang bakal terjadi lantaran kecerobohan siswa saat praktik di jalan. "Kalau mobil menyerempet kendaraan lain dan bumpernya lecet atau penyok, semua menjadi tanggungjawab kami," jelas Lili.

 Pengetahuan tentang rambu-rambu lalu lintas masih sebatas hapalan(kiri). Panduan proses pengujian SIM tidak selalu dipraktikkan pada sesi latihan mengemudi(kanan)
Sebenarnya bukan hal semacam itu yang mesti dijadikan garansi oleh pihak penyelenggara kursus atau sekolah mengemudi mobil. Melainkan bagaimana cara membentuk seseorang menjadi pengemudi yang andal, baik itu skill berkendara sampai mental individunya sendiri agar memiliki perilaku mengemudi yang baik.

Menurut pengamatan Momon S. Maderoni, konsultan mengemudi dari Indonesia SmartDrive Driving Consulting (ISDC), kebanyakan sekolah mengemudi hanya membekali keterampilan membawa tapi bukan mengendarai mobil.

 "Membawa mobil bisa dilakukan semua orang yang sudah mampu mengoperasikan setir, pedal gas, kopling dan rem. Tetapi pengertian mengemudi mobil, seseorang mesti paham soal posisi duduk, cara mengolah kemudi, teknik mengerem dan paham karakter atau fitur dari mobil yang dikendarainya," papar Momon.

Durasi pelatihan mengemudi yang rata-rata menetapkan waktu satu jam tiap kali pertemuan, menurut hemat Momon, belum optimal untuk bisa membentuk seseorang menjadi pengemudi yang baik.

Sebab untuk bisa membentuk individu yang belum dapat mengemudi menjadi bisa, idealnya perlu mendapat pelatihan secara on-ground dilanjutkan ke sesi on-road.


 Pedal rem dan kopling diparalel ke posisi duduk instruktur malah tidak banyak berdampak positif
Pengertiannya, on-ground dilakukan pada areal yang steril dan difungsikan sebagai lokasi pelatihan mengemudi. Tahapan ditujukan untuk pelatihan seputar cara memegang lingkar kemudi, posisi duduk, mengerem, berbelok, parkir termasuk seating correction.

Pasalnya tidak jarang dari mereka yang sudah bisa nyetir, kerap melakukan kesalahan saat memegang dan membelokkan lingkar kemudi mobilnya.

"Misal memegang setir, yang benar seperti posisi arah jarum jam di angka 9 (tangan kiri) dan 3 (tangan kanan). Fungsinya supaya pengendalian mobil lebih stabil dan mampu melakukan tindakan pencegahan jika menghadapi kondisi darurat," beber Momon lagi.

Terakhir masalah pengurusan SIM yang ditawarkan pihak sekolah mengemudi. Jika diperhatikan, tak bedanya dengan pengurusan SIM secara kolektif, yang menggaransi pemohonnya pasti lolos uji kelayakan lantaran akses khusus pihak penyelenggaranya.  (mobil.otomotifnet.com)