Salah Kaprah Penggunaan Fog Lamp Bisa Bikin Masalah

Editor - Rabu, 21 Juli 2010 | 11:47 WIB

(Editor - )


OTOMOTIFNET - Fitur standar pada varian mobil baru, umumnya sudah dilengkapi fog lamp alias lampu kabut. Namun tak sedikit dari pemilik mobil yang kurang paham tentang fungsi utama serta timing pemakaian lampu tambahan pada mobil ini.   

Sejatinya fog lamp dipakai untuk kondisi cuaca paling buruk. Untuk iklim tropis di Tanah Air, waktu paling pas memfungsikan lampu kabut yaitu ketika hujan lebat (terutama malam hari) atau jalanan sedang berkabut.

Sayangnya masih banyak anggapan di kalangan awam, kalau pemakaian fog lamp sekadar pelengkap fitur standar mobil. "Banyak yang beranggapan kalau tipe mobil yang sudah dilengkapi fog lamp, merupakan varian dengan fitur lebih bagus ketimbang yang belum diberi lampu kabut," jelas Hendarmin, sales supervisor showroom mobil Honda di Kebayoran Lama, Jaksel.

Persepsi yang salah seputar penggunaan fog lamp juga kerap dijumpai ketika kondisi jalan normal, alias tidak terjadi hujan lebat atau berkabut. Misal menjelang petang, lampu utama (head lamp) tidak dinyalakan. Gantinya dengan menghidupkan lampu senja berikut lampu kabut.

Padahal pendaran cahaya head lamp lebih menyebar jauh ke arah depan, ketimbang sorotan fog lamp yang cenderung fokus ke satu arah. Memang jika hanya menghidupkan lampu kabut, pandangan lebih jelas untuk jarak dekat.


Fog lam flat punya intensitas cagaya lebih tinggi dari model cembung

Ingat, Fog lamp bukan semata penambah penambah gengsi mobil!

Dalam kondisi kecepatan tinggi, sangat tidak dianjurkan untuk memasang lampu kabut. Sebab jangkauan cahaya sangat terbatas, lantaran pendaran sinarnya lebih merunduk ke arah bawah dengan membentuk sudut sekitar 45-50 derajat. Hal ini sangat riskan buat kondisi berkendara di malam hari, meski tidak hujan atau berkabut, karena jarak pandang ke obyek yang lebih jauh di depan tidak terpantau optimal.

Salah penggunaan lampu kabut juga kerap dilakukan ketika mobil masuk ke sebuah gang sempit. Mungkin niatan pengemudi ingin menghargai pengguna jalan yang lain. Tapi sebenarnya pendaran sinar yang lebih menyorot ke satu arah tadi, justru akan menyilaukan pandangan mata dari arah depan. Sehingga kemungkinannya malah bisa mengecohkan pengendalian kendaraan yang dikendarai pengguna jalan dari arah berlawanan.

Jangkauan Cahaya

Seperti desain fog lamp tipe flat yang biasanya diaplikasi buat sedan. Model ini mempunyai intensitas cahaya tinggi, sehingga daya pantul balik sinar dari obyek di depan cukup baik. Namun unsur cahaya kuning yang dapat tertangkap retina mata manusia, baru mulai terpantul pada jarak 4 meter, dan jangkauan maksimumnya sekitar 13 meter dalam kondisi cuaca normal.

Di pasaran umum memang sudah tersedia beragam model dan tipe fog lamp untuk berbagai kebutuhan. Namun kemampuan menjangkau obyek ke arah depan, tidak lebih dari 30 meter. Seperti Hella tipe Luminator, yang sanggup memendarkan cahaya melebar ke arah atas-bawah sejauh 30 meter sampai -30 meter.

Sementara jangkauan cahaya ke arah depan-horizontal, maksimum sejauh 30 meter. Saat ini tipe tersebut merupakan yang terbaik untuk urusan daya jangkau cahayanya.


Sensitivitas Mata Manusia

Berdasarkan kemampuan menerima cahaya, sebenarnya mata manusia paling sensitif terhadap warna hijau dan kuning. Menurut Dr. Terry Mart, warna paling sensitif terhadap mata manusia adalah hijau. "Tapi pabrikan mobil lebih dominan pakai cahaya kuning," kata staf dari Departemen Fisika FMIPA UI ini.

Konteks pemakaian fog lamp di kendaraan, memang paling dominan andalkan cahaya kuning atau putih kekuningan. Hal ini lantaran mata manusia punya kemampuan lebih tinggi, saat menyerap pantulan balik sinar dari obyek yang tersorot lampu.

Jika dibandingkan dengan kemampuan menerima pantulan cahaya putih dan kuning, warna putih seakan tak banyak membantu penerangan saat kondisi hujan lebat atau berkabut. Sementara cahaya kuning lebih kuat menerobos pekatnya hujan.

Kondisi ini lantaran partikel warna kuning tak sepenuhnya terserap aspal atau kondisi cuaca sekitar. Sedangkan cahaya putih yang terdiri dari unsur warna kuning, lebih banyak terserap aspal atau kondisi sekitar. Efeknya, kemampuan daya tangkap mata manusia kurang optimal untuk memantau kondisi ke arah depan

Penulis/Foto: Anton / Reza, F.Yosi