|
OTOMOTIFNET - Ternyata sudah setahun ini SIM Internasional pengelolaannya pindah dari Departemen Perhubungan ke Polri. Itu berbarengan dengan diberlakukannya UULLAJ No. 22 Tahun 2009. Namun afektif berlaku setelah selesai sosialisasi pada 2011 mendatang.
Nah, perpindahan tersebut implikasinya apa ya? Terutama bagi PP IMI (Pengurus Pusat Ikatan Motor Indonesia) yang selama ini menjalankan dan mengelola SIM Internasional itu.
NSA
Sejauh ini tidak ada masalah dalam pengelolaannya. Apalagi masa sosialisasi juga masih berlangsung. Yang menjadi pertanyaan, dengan pemberlakuan regulasi baru tersebut membuat keberadaan PP IMI bakal potensial kehilangan bidang yang selama ini menjadi salah satu sumber dana vital buat induk organisasi bermotor Tanah Air itu.
“Ya tidak ada masalah, yang mengelola tetap National Sporting Authority (NSA) setempat. Dalam hal ini ya IMI itu sendiri karena SIM Internastional networking-nya ada di bawah FIA-Mobilty sebagai induk organisasi IMI di dunia,” ujar Ir. Donny B. Prihandana, ketua bidang organisasi PP IMI. NSA sendiri di kalangan sport otomotif Indonesia lebih sering disebut ASN. Agak diplesetkan pengucapan singkatannya memang.
Dari pertemuan terakhir antara pihak PP IMI dengan Dirlantas Mabes POLRI dilangsungkan belum lama ini. Saat ini tengah dikaji dengan pihak Polri untuk teknis pelaksanaannya. “Intinya, selain masih sosialisasi juga menunggu SKEP Kapolri mengenai hal ini,” lanjut Donny.
BELUM ADA JUKLAK
Mungkin karena masih banyak persoalan internal di tubuh lembaga kepolisian itulah hingga saat ini SKEP yang ditunggu-tunggu belum ditanda-tangani Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri.
Meski begitu, tak urung pihak PP IMI sempat was-was. Berbagai upaya lobi dan komunikasi dilakukan. Termasuk menyokong pembalap putra dari salah satu petinggi Mabes Polri agar SIM Internasional tetap bisa dikelola PP IMI. Caranya, dengan dukung sponsorship pembalap di ajang balap mobil di Sirkuit Sentul, Bogor Jabar.
Maklum saja, SIM Internasional memang menjadi sumber pendapatan utama induk organisasi olahraga yang bermarkas di sayap kanan Stadion Tenis Senayan Jaksel ini.
Dengan seorang pendaftar membayar Rp 450 ribu untuk keperluan mengemudi di luar negeri, diperkirakan setahunnya menghasilkan hingga Rp 5 miliar yang cukup untuk menggulirkan dan membiayai kesekretariatan. Jumlah personil yang rutin beraktivitas dalam kegiatan kesekretariatan ada sekitar 20 personil.
Jika itu dicabut, bisa dibayangkan susahnya PP IMI buat gulirkan kegiatan adminitratif hariannya. Terlebih selama ini roda organisasi dan pengadaan event-event juga banyak dikeluarkan dari kocek pribadi Ketua Umum PP IMI (Juliari ‘Ari’ Batubara) dan pengurus teras lainnya.
Latihan mengemudi di banyak negara bisa jadi lebih murah, kendati seleksinya ketat |
SIM negara tujuan bisa kok diurus saat tiba di sana |
SUMBER PEMASUKAN
Menurut sumber di Mabes Polri, saat ini soal pengalihan pengelolaan SIM Internasional kini masih dalam pembahasan internal Polri. Yang jadi fokus, apakah akan dikelola sendiri nantinya melalui unit yang ada di Polri sendiri atau tetap diberikan kepada PP IMI.
"Memang ada dua keinginan yang berbeda, tapi kalau mau bersikap bijaksana pengelolaan soal SIM Internasional itu biar tetap ada di pihak PP IMI," ujar salah satu perwira tinggi bintang dua yang sehari-hari bekerja di Mabes Polri.
Idealnya, melihat sumber pendapatan di Polri sendiri yang begitu banyak, di sisi lain PP IMI selaku induk organisasi bermotor yang bersifat sosial memang sebaiknya pengelolaan SIM Internasional tetap dilakukan oleh PP IMI.
Di samping itu, jaringan pengelolaan SIM ini sudah sampai ke 33 pengprov IMI di seluruh Indonesia. Juga telah menggunakan sistem komputerisasi yang terhubung dengan PP IMI di Jakarta. Pihak pengprov IMI juga mendapatkan konsesi dari pengurusan ini meski jumlahnya tidaklah besar.
Ditilik dari nominal yang diterima oleh PP IMI dari pengelolaan SIM Internasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Karena hampir selalu mengalami kenaikan pemohon. Jika pada tiga tahun silam masih berkisar Rp 250 ribu per pemohon, kini sudah naik tarifnya jadi Rp 450 ribu. Sebuah angka pemasukan yang lumayan, terutama buat pemasukan IMI yang pada akhirnya menggulirkan organisasi ini lebih berdaya guna.
Sebagai informasi, sumber pemasukan IMI sendiri selain dari pengurusan SIM Internasional juga diperoleh dari fee penyelenggaran event-event kejurnas oleh promotor nasional. Seperti diketahui, pada era Ari Batubara telah dibentuk Pronas (Promotor Nasional) untuk penyelenggaraan cabang-cabang kejurnas. Seperti reli, motokros, slalom, hingga balap mobil.
Pada prakteknya, para Pronas itu ada yang membayar fee di depan buat seluruh event tapi ada juga per seri. Bahkan yang membayar di belakang saat penutupan musim balap. Sistem ini dinilai sebagai pola profesional dalam penyelenggaraan event.
Setiap seri kejurnas pihak Pronas wajib membayar fee dalam jumlah Rp 15 sampai Rp 30 juta. Selain itu, PP IMI juga mendapat hak dari sponsor event seperti penyelenggaraan balap mobil di sirkuit Sentul tahun ini yang disponsori GT Radial. PP IMI mendapat fee untuk regulasi sebesar Rp 150 juta.
Pendapatan lainnya dari penyelenggara event kejurnas. Namun uangnya dipakai untuk membiayai keberangkatan pengawas perlombaan (biasanya dua orang, red) ke daerah tempat event tersebut berlangsung.
Penulis/Foto: Bud / Salim