|
OTOMOTIFNET - Batas bawah kepemilikan SIM memang hanya regulasi, butuh kepedulian aktif semua pihak. Termasuk pendidik dan orang tua tentunya. Sebab usia muda, masa sekolah, jadi awal penting buat tentukan pola pikir sebelum usia dewasa, termasuk soal lalu lintas.
“Sebenarnya sudah ada MoU antara pihak kepolisian dengan departemen pendidikan nasional tentang pendidikan lalu lintas sejak dini,” ucap Drs. H. Bambang Sutomo, Ketua Forum Komite Sekolah provinsi DKI Jaya. MoU itu mencakup pengenalan rambu-rambu lalu lintas dan prasarana lalu lintas.
Tapi penerapannya baru dipraktekkan pada anak-anak TK. Belum merambah ke sekolah umum (SD, SMP, SMU). Menurut Bambang, realisasi MoU sebagai mata pelajaran belum bisa terlaksana karena masih dalam kajian untuk ditentukan masuk dalam bagian ekstrakulikuler atau intrakulikuler. "Meskipun nantinya akan masuk pelajaran lalu lintas ke sekolah, harus dibanyakkan tentang prakteknya dari pada teorinya," harapnya.
Sementara itu, pihak sekolah tak bisa berbuat banyak ikut kampanyekan lalu lintas. “Pihak sekolah tidak bisa menindak siswa yang datang ke sekolah dangan menggunakan kendaran pribadi meski siswa tersebut tidak punya SIM. Karena itu diluar dari kegiatan belajar mengajar,” ujar Drs. Burhanuddin, wakil kepala sekolah SMU 70 Jaksel.
Tetapi pihak pendidik bukan tak mau tahu soal berlalu lintas anak didiknya. “Untuk mendapatkan SIM harus dibedakan usia, alasannya karena pada kendaraan roda 4 terdapat banyak item-item yang harus dipelajari, tak seperti motor yang hanya tinggal gas rem. Idealnya untuk dapatkan SIM A usianya 19 tahun. Sedangkan untuk mendapatkan SIM C umur 17 sudah tepat,” ujar Melati Hutagalung, Guru BP SMU 65 Jakbar. Sekolah ini 65% siswanya berkendaraan bermotor buat ke sekolah.
Penulis/Foto: Jodi / Jodi