Dulu langganan main di lintasan balap liar!
Apalagi lokasi itu nggak jauh dari rumahnya, Green Garden, Kedoya, Jakarta Barat. "Pas lulus pesantren setingkat SMU, setiap malam Minggu sempat ngerasain kebut liar. Sampai rela modifikasi motor bikin tampilannya nggak keruan yang penting jadi paling kencang," kenang ustadz kelahiran Jakarta, 19 Juli 1983.
Tapi namanya anak tunggal, kemana pergi dibuntuti orang tua. Akibatnya, mereka selalu mengikuti kalau ustadz keluar malam pakai motornya. "Mereka tahu kalau malam pakai motor tujuannya ngetes motor, sudah kenceng apa belum. Kalo kencang rasanya puas. Tanpa mikirin keselamatan atau safety riding," lanjut ustadz yang tinggal di wilayah Kedoya Selatan, Jakarta Barat.
Dulu sempat nggak suka dengan aturan orang tuanya, tapi sekarang malah bersyukur, "Alhamdulillah, dengan pengawasan orang tua yang ketat, saya bisa selamat sampai sekarang," syukur ustadz ramah ini.
Kesenangannya pada motor tetap tidak ditinggalkan, tetapi tentunya tidak untuk urusan balap liar lagi. "Hanya sekadar buat alat transportasi alternatif jika lalu lintas Jakarta macet parah. Atau kendaraan untuk ceramah shalat Jumat di sekitar rumah," ujar pemilik Kawasaki Ninja 250R dan juga Honda Vario ini.
Menjadi dai sebenarnya bukan cita-citanya. "Tetapi orang tua sebelum memiliki anak selalu berdoa pada Allah, jika kelak memiliki anak akan diabdikan hidupnya untuk jalan Allah. Makanya ketika sekolah sejak kecil sudah masuk pesantren," cerita lulusan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2001.
Meski begitu, kepandaian berdakwah ustadz yang juga main sinetron Pesantren dan Rock N Roll ini sudah terlihat sejak belia. "Dulu belajar ceramah di depan bebek. Tujuannya melatih konsentrasi. Kalau kita ngomong di depan bebek, mereka nggak menggubris, tetap berisik. Kalau diibaratkan sekarang, kalau lagi ceramah, nggak semuanya mendengarkan. Pasti ada saja yang ngobrol, mondar-mandir dan sebagainya. Mirip bebek," kekehnya.
Di dunia sepeda motor pun, menurut ustadz muda dan gaul ini, bebek bisa menjadi kaca untuk belajar.
"Bebek yang nggak punya akal aja bisa teratur, bersama, berbaris. Pengendara yang punya akal, memiliki pengetahuan atau ilmu berkendara, punya rasa solidaritas, kalau berkendara di jalan bisa lebih teratur dari bebek," nasehat ustadz yang masih betah melajang ini. Ayo ustadz, kalau gitu kita cari boncenger dulu! (motorplus-online.com)