Jakarta - Belakangan ramai dibicarakan mengenai isu sweeping terkait penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). Bahkan beberapa pedagang sampai menutup toko takut produk yang tak dilengkapi sertifikasi SNI terjaring razia. Bagi dunia otomotif, peristiwa ini tentu berdampak domino. Penutupan toko, tentu imbasnya pada omzet dan kekhawatiran konsumen.
Kebetulan OTOMOTIF menangkap kondisi dikala isu sweeping SNI merebak pada akhir bulan lalu. Kami menyambangi sejumlah pedagang di sentra komponen dan aksesori di MGK Kemayoran dan Pasar Mobil Kemayoran (PMK), Jakpus, rupanya banyak yang menutup tokonya akibat takut terjaring razia.
“Pas kejadian, kita sempat was-was. Hampir semua pedagang aksesori dan spare part di Pasar Mobil Kemayoran melakukan tutup toko. Termasuk saya, yang memilih tutup toko lebih awal. Ternyata hal itu hanya isu. Bahkan ada yang mengaku kena sweeping, tetapi begitu cek nyatanya tak terbukti,” ungkap Chandra, pemilik toko aksesori dan suku cadang Karunia Agung Motor di PMK, Jakpus.
Agung Prabowo pedagang car audio dari iSound.id yang berlokasi di MGK (Mega Glodok Kemayoran), Jakpus mengamati terjadi kepanikan dalam menanggapi isu sweeping SNI, efeknya banyak toko yang tutup untuk melindungi barang-barang jualan mereka.
“Kekhawatiran ini datang setelah teman-teman pedagang termasuk saya mendapat kabar bahwa ada penangkapan di tempat lain serta penangkapan salah satu importir produk, oleh karena itu mereka khawatir barang dagangan yang dibeli dari importir tersebut ikut disita jika ada sweeping, tetapi sweeping tersebut tidak pernah terjadi,” beber Agung.
Hal senada juga diamini oleh David Halim bos AudioTech MGK, Jakpus. “Semestinya ada penyuluhan terkait produk apa saja yang wajib SNI. Kalaupun ada sweeping seharunya ditujukan kepada para importir produk bukan kepada pedagang.
Karena untuk hal memasukkan barang ke Indonesia itu adalah importir, jika memang barang tersebut ilegal maka importir yang bersalah, bukan kami para pedagang,” tambahnya. Pun begitu pendapat importir. "Jujur saja kondisi seperti ini sangat tidak nyaman, efeknya akan berantai.
Konsumen pun menjadi takut untuk bertransaksi atau mengunjungi pusat-pusat onderdil atau pusat belanja. Seharusnya masalah SNI, dilakukan sosialisasi terlebih dahulu jangan sampai seperti penggrebekan narkoba,” sebut Christopher, CEO Makko Group selaku APM kaca film Masterpiece.
Lantas apakah hal ini hanya sebatas temporer semata yang dipicu oleh oknum tak bertanggung jawab untuk menebarkan isu? Pasalnya, pihak Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa sweeping produk non-SNI tidak terjadi. “Kami sendiri bingung. Sampai saat ini kami belum tahu, penggerak sweeping itu siapa.
Yang jelas, memang sedikit bikin gaduh dan setelah itu banyak pedagang yang datang ke BSN untuk tahu dagangannya sesuai SNI atau tidak,” komentar Donny Purnomo, Kepala Bidang Akreditasi Lembaga Sertifikasi Produk dan Personal Badan Standarelisasi Nasional (BSN).
Nah, berkaca pada isu ini sebetulnya apa yang dimaksud dengan SNI, kemudian produk otomotif apa saja yang termasuk wajib mengantongi sertifikasi SNI. Sehingga di kemudian hari dapat menjadi panduan dan tidak serta tidak tertipu oleh oknum tertentu. • (otomotifnet.com)
Apa itu SNI?
SNI sejatinya merupakan standardisasi untuk produk-produk yang dipasarkan di Indonesia. SNI pada dasarnya bersifat sukarela. Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka pemerintah melalui Komite Teknis Perumusan SNI serta ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) dapat memberlakukan SNI tertentu secara wajib.
Dalam lingkup otomotif, hanya terdapat 8 jenis produk yang dinyatakan wajib SNI (detailnya lihat tabel). Di luar yang disebutkan dalam tabel merupakan produk yang belum wajib untuk SNI. Berarti komponen fast-slow moving seperti lampu, kopling, mika lampu dan lainnya memang tidak berlabel SNI. Pun begitu dengan aksesori yang sifatnya sebagai kosmetik.
Namun jika memang ada produsen yang ingin produknya berlabel SNI, bisa diajukan secara inisiatif sendiri. “Misalnya kampas rem, saat ini belum wajib. Tapi kalau ada yang mau sukarela, ya dipersilakan saja. Justru itu yang bagus,” sebut Muhammad Irfan, Kepala Sub Bidang Diseminasi dan Layanan Informasi Standardisasi BSN.
Dicontohkan mengenai industri ban. Justru masukan supaya ban dicantumkan label SNI datang dari Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI). “Sebab standar mutu ban produksi dalam negeri lebih unggul. Hal ini dilandasi pada aspek keselamatan juga, ban produksi lokal sudah ideal untuk kondisi jalan di Indonesia,” lanjutnya.
Demikian juga helm. Indonesia merupakan pasar yang cukup besar untuk helm, sebab itu ketika ketentuan SNI diterapkan, para produsen juga angguk setuju. Tujuannya untuk melindungi industri dalam negeri. Bahkan sekelas Shoei dan Nolan pun kini sudah berlabel SNI.
“Sektor otomotif masih sedikit produk wajib SNI. Jadi harusnya untuk sektor otomotif, pedagang cukup aman dan tidak perlu risau,” ucapnya lagi. Secara garis besar, proses penerbitan SNI pada sebuah produk dilakukan dengan mengajukan pendaftaran dan verifikasi (simak alur proses sertifikasi SNI).
Untuk saat ini, setidaknya ada 4 badan yang ditunjuk oleh BSN guna melakukan pengujian SNI. Yakni Baristand Industri Surabaya, Balai Besar Barang dan Barang Teknik (B4T) Bandung, PT TUV Rheinland Indonesia dan Sucofindo ICS.
SNI Sah Secara Internasional?
Setiap negara memiliki standardisasi untuk produknya masing-masing. Ambil contoh helm KYT yang promonya hingga ke ajang MotoGP. “Untuk memasuki pasar Internasional, KYT pun harus mengikuti standardisasi yang berlaku di tiap negara. di Eropa, harus ikut standarisasi Eropa, di Jepang ikut standarisasi Jepang.
Begitu sebaliknya, seharusnya barang impor juga harus mengikuti standarisasi di sini,” kata Simon Mulyadi, Marketing & Promotion Manager PT Tarakusuma Indah. Artinya dengan megantongi label SNI, produsen lokal tetap harus mengantongi sertifikat standar mutu yang berlaku di negara tujuan ekspor.
Pun begitu dengan ban produksi dalam negeri yang ingin dipasarkan di luar negeri. “Iya kita harus mengikuti regulasi dari negara tujuan ekspor, begitupun sebaliknya,” bilang Azis Pane, Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia.
Mengurus SNI Mahal?
Biaya yang diperlukan dalam memperoleh sertifikasi SNI kabarnya cukup tinggi. “Rincian biaya umumnya dibuat paket oleh LSPro. Untuk produk lokal biayanya berkisar Rp 40-50 jutaan. Sedangkan untuk produk impor, biayanya tergantung negara asal, saya pikir sekitar Rp 100 jutaan.
Karena harus ada kunjungan supervisi ke pabriknya,” papar Donny Purnomo, Kepala Bidang Akreditasi Lembaga Sertifikasi Produk dan Personal BSN, seraya bilang lama prosesnya adalah 2 bulan. 8 Komponen otomotif wajib SNI Jenis Komponen Otomotif Status Ban Dalam Kendaraan Bermotor Wajib SNI Ban Mobil Penumpang Wajib SNI Ban Sepeda Motor Wajib SNI Ban Truk dan Bus Wajib SNI Ban Truk Ringan Wajib SNI Helm Wajib SNI Kaca Kendaraan Bermotor Wajib SNI Pelek Kendaraan Bermotor Wajib SNI