Indonesia Tempat Berperang Raksasa Otomotif Dunia

Bagja - Rabu, 10 Februari 2016 | 10:51 WIB

(Bagja - )

Jakarta - Ford angkat kaki dari Indonesia adalah simbol. Simbol yang menegaskan Indonesia punya posisi tawar yang tinggi sebagai penyedia lahan dagang terbesar di Asia Tenggara. Setelah Amerika, sebentar lagi mungkin Jepang.

Politik adu domba yang dulu terjadi pada bangsa kita pun kini seolah digaungkan untuk menyeleksi bangsa asing yang mau dagang di bumi Indonesia. Pada akhirnya, dengan semakin kuatnya China di Industri otomotif nasional, maka perang dua raksasa otomotif dunia, Jepang vs China akan terjadi di lahan besar Indonesia.

Apa yang tidak bisa dilakukan China? Jepang yang selama ini hanya mengeluarkan tetes demi tetes teknologi otomotif, akan dibombardir dengan teknologi otomotif China yang sangat fleksibel. Istilahnya 'Palu Gada'. Apa yang lo mau, gua ada! 

Jepang bermain disegmen mobil murah, kenapa China tidak? Jepang bergeser pada mobil berteknologi tinggi dan berharga mahal, China pun sanggup melakukannya. Hanya tinggal waktu yang membuktikan sejauh mana China bisa mengejar level kepercayaan masyarakat terhadap produk Jepang untuk setara dengan produk China.

Karenanya, yang tidak bisa memberikan 'upeti' segudang untuk pemerintah, silakan menyingkir, pasar Indonesia terlalu besar untuk uang recehan. Investasi! Bangun pabrik! karena rakyat butuh lapangan pekerjaan agar tidak melulu demonstrasi tanpa kejelasan. 

Mau itu produk China, mau itu produk Amerika, bahkan produk Jepang sekalipun kalau hanya memberikan upeti recehan pada pemerintah, silakan menyingkir. 

Tak heran pemerintah kerap berkomentar "Ford harusnya bersedih hengkang dari Indonesia," atau "Ford hengkang karena tak punya pabrik," Sementara banyak merek lain yang tetap eksis meski tanpa pabrik, tapi mau sampai kapan? Hanya tinggal menunggu waktu.


Sekedar menjual mobil dibandingkan dengan memproduksi mobil, tentu upeti yang didapatkan pemerintah akan jauh lebih besar bagi siapa saja yang berinvestasi. Itu kenapa Wuling sampai begitu ambisius untuk memproduksi ratusan ribu unit mobil di Indonesia. 

Padahal, kepercayaan masyarakat yang minim terhadap produk China--apalagi untuk sebuah mobil, membuat kita bisa menebak, seberapa banyak sih Wuling bisa jualan untuk masyarakat Indonesia?

Tapi China begitu jeli melihat skema perdagangan global. Bertepatan dengan dibukanya kebijakan MEA, saat itu pula China membuka pabrik di Indonesia. Skema sederhananya seperti ini, kalaupun nantinya produk mereka tidak laku di Indonesia, ratusan ribu unit mobil tersebut bisa dibuang ke negara sesama MEA--kawasan ASEAN. 

Tak heran Wuling lebih bernyali dibanding Ford untuk mengucurkan banyak upeti bagi pemerintah. Tak heran juga, kenapa Ford pergi dan Wuling datang. Tak beda pesannya dengan proyek kereta cepat yang digarap China, bukan Jepang yang merupakan anggota TPP.

Untuk saat ini, mungkin Jepang masih bisa menutup mata dengan pergerakan otomotif China di Indonesia. Tapi dua tiga tahun kedepan, bahkan bisa saja tak lebih dari lima tahun, nasib produsen Jepang tak beda dengan Amerika saat ini di Indonesia. Sekali lagi, itu kalau Jepang hanya mau berdagang, tidak berkarya, berinovasi dan kompetitif.