Jakarta - Ramai pemberitaan tentang sepeda motor listrik rancangan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang kabarnya akan segera diproduksi masal mulai 2018 mendatang, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengaku mendukung perubahan ke arah tersebut.
Pasalnya, pengembangan juga dilakukan oleh negara-negara yang menjadi rivalitas industri otomotif Tanah Air dan jangan sampai kita tertinggal.
“Semisal Thailand yang telah riset motor listrik sejak tahun lalu. Jadi penguasaan teknologinya juga harus kita kuasai,” tegas Sigit Kumala, Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).
Namun Sigit menggaris bawahi bahwa pengembangan motor listrik bukan semata euforia sesaat. Ada 3 hal yang harus dipenuhi. “Pertama soal penguasaan teknologi baterai dan modul penggeraknya.
Harga baterai lumayan mahal, berkisar 50 persen dari harga motornya sendiri, jadi kalau bisa diproduksi di dalam negeri, maka harganya bisa lebih murah,” beber Sigit.
Dilanjut, soal limbah baterai yang harus menjadi perhatian. “Prosedur penanganan limbah baterai harus jadi perhatian, sebab berdampak pada pencemaran lingkungan. Kemudian soal sumber daya listrik yang dibuat dengan skema ideal, sebab saat ini listrik masih disubsidi. Jika digunakan untuk motor listrik dikhawatirkan bersinggungan dengan sektor rumah tangga. Kalau tak disubsidi maka harga menjadi mahal sehingga tak terjangkau,” katanya lagi.
Secara garis besar, AISI memandang program motor listrik harus diperjelas arah tujuannya. Namun Sigit tak menyangsikan bahwa pasar Indonesia bisa menerima
motor listrik.
“Saya pikir 2018-2019 kita bisa menjadi bagian dari industri motor listrik. Tinggal tunggu kejelasan regulasi pemerintah. Terkait penguasaan teknologi baterai dan kontroler, saya rasa beberapa tahun ini sudah mengarah ke sana,” sebut pria ramah ini. (otomotifnet.com)