Kalau tidak diatur, maka Pulau Bali akan penuh oleh kendaraan bermotor. Sehingga regulasi yang mengatur volume kendaraan di seantero pulau Bali dibuat untuk menjaga kenyaman berwisata.
Hal ini dilakukan agar partisipasi masyarakat Bali yang mayoritas bekerja di bidang wisata juga tetap bisa berperan aktif.
Termasuk bagi mereka yang memiliki kendaraan klasik.
"Masyarakat Bali itu inovatif dan kreatif, termasuk dalam memanfaatkan dunia otomotif bagi wisata, jadi hobi otomotif juga bisa sebagai income," ujar I Made Santha, Kadipenda Provinsi Bali yang menerima tim KUN 2016 di kantornya jalan Tjok Agung Tresna, Renon, Bali (12/8).
Alhasil, pemberdayaan masyarakat Bali lewat dunia otomotif bisa menuntun wisatawan untuk berkunjung ke lokasi-lokasi wisata dengan lebih terarah.
"Itu juga akan banyak membantu lokasi wisata tidak terjadi kemacetan, kalau sering macet maka wisatawan akan kapok datang ke Bali," paparnya.
Untuk itu, menurut Kadispenda yang juga pernah menjabat Kadishub Bali ini, kalau bisa, kawasan padat seperti Kuta atau Legian sudah bisa bebas kendaraan bermotor.
"Sebagai gantinya ada bus double decker yang akan melewati jalur-jalur di situ dan gratis. Kalau wisatawan nyaman maka mereka akan belanja lebih banyak dan dengan begitu pendapatan wilayah juga akan naik," harap pria yang menggagas angkutan Komutra di area Kuta-Legian awal '90-an.
Bus ini dibuat sebagai atraksi budaya sehingga masyarakat Bali pun tak berkeberatan lagi menggunakan angkutan umum.
Ide ini menurutnya untuk menyikapi sulitnya mengembangkan infrastuktur jalan di Pulau Dewata.
Sehingga yang perlu diatur adalah jumlah kendaraannya.
Ya, semoga saja terwujud.
Lebar jalan di Kuta atau Legian sulit untuk dilebarkan. Lebih pas sebagai wilayah pedestrian