Jumlah Kendaraan Membeludak, Dampak Program Presiden Soeharto?

Selasa, 22 Agustus 2017 | 13:50 WIB

Jakarta - Membeludaknya jumlah kendaraan yang menjadi penyumbang terbesar bagi kemacetan ditengarai merupakan efek domino dari kebijakan Presiden Soeharto.

Pasalnya, di masa lampau, kebijakan Presiden Soeharto memperbolehkan rakyat memiliki kendaraan kecil seperti sepeda motor ber-cc kecil.

"Semasa Presiden Soeharto, seluruh masyarakat punya kendaraan, ini kebijakan yang salah, karena jumlah kendaraan akan terus bertambah,"  ujar JF Warouw, Sosiolog Perkotaan Universitas Indonesia.

Namun, di masa pemerintahan selanjutnya, pemilik kendaraan bermotor semakin bertambah dari waktu ke waktu dan tidak terkontrol.

"Bayangkan saja, di Bekasi setiap harinya ada yang mengurus 60 STNK motor baru. Memang kebijakan transportasi rakyat ini tidak terkontrol, apalagi bisa kredit dengan DP sangat murah, Dengan 300 ribu ripuah sudah bisa bawa pulang motor. Pemerintah sekarang harus batasi produksi motor," tambah pria yang menjadi dosen di Universitas Indonesia.

Warouw menambahkan, Indonesia seharusnya bisa belajar dari Singapura yang membatasi kendaraan dari batas usia kendaraan. 3 tahun untuk mobil dan 5 tahun untuk sepeda motor.

"Susah mengatur batas usia kendaraan di Indonesia. Seharusnya diganti, kendaraan sudah 10 tahun masih dipakai terus," tambah Warouw.

"Tiap tahun pengguna motor baru meningkat. Apalagi motor menjadi lapangan kerja dan bukan sekadar alat transportasi. Tapi sebagai sumber pendapatan bagi rakyat kecil di kota," lanjut Warouw

Sementara itu, Djoko Setijowarno, pengamat Transportasi menjelaskan bahwa pemerintah sudah berlebihan dengan memberikan porsi yang tinggi bagi kendaraan pribadi.

"Pemerintah sudah berlebihan memberikan porsi untuk kendaraan pribadi, dampaknya seperti sekarang di kota besar polusi bertambah, kecelakaan meningkat, kemacetan apalagi," kata Djoko.

"Sementara, perhatian buat transportasi umum masih minim hanya sebatas bangun infrastruktur jalan, tapi minim bangun infrastruktur transportasi umum di jalan yang dibangun," lanjutnya.

"Bukan hanya di Jakarta, tapi juga di Medan, Surabaya, Yogya, Semarang, Bandung, Denpasar, Palembang, kota-kota yang mulai parah kemacetannya," pungkas Djoko. (Otomotifnet.com/Safar)