"Pertanyaannya, apakah kenaikan tarif tol ini telah dihitung berdasarkan tiga komponen tersebut?."
“Dengan tarif Rp15.000, dari yang awalnya Rp 9.500, artinya telah terjadi kenaikan sebesar 57%. Lantas, apakah laju inflasi kita sebesar itu? Bukannya pemerintah selalu membanggakan keberhasilannya dalam menekan laju inflasi dalam tiga tahun terakhir. Inflasi 2016 yaitu 3.06%, dan 2017 3,61%,” tegasnya.
Berdasarkan catatannya, pada kuartal I-2018, proporsi pendapatan masyarakat yang dibelanjakan, menurun menjadi 64,1 persen.
(BACA JUGA: Terbongkar... Ini Ubahan Senjatanya Rossi, Siap Jadi Motor Juara)
"Artinya kemampuan bayar pengguna jalan juga mengalami penurunan. Lantas, kenapa tarif tol dinaikkan ketika kemampuan bayar pengguna jalan menurun?" lanjutnya.
Menurutnya, dua indikator ini menunjukkan, kenaikan tarif tol lebih ditekankan pada komponen besar keuntungan biaya operasi kendaraan (BKBOK) dan kelayakan investasi.
“Kedua, kenaikan tarif tol ini juga sangatlah tak logis. Pendapatan BUJT cukup tinggi. Sepanjang 2017, sebagai contoh, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) mencatatkan pendapatan sebesar Rp 35,09 triliun, tambah Fadli Zon.
Masih menurutnya, pendapatan JSMR meningkat 110,62% dibanding tahun 2016 yaitu Rp 16,66 triliun. Jadi, peningkatan tarif ini makin menegaskan pemerintah memang hanya mengejar keuntungan dan pendapatan, bukan pelayanan. Malah kebijakan ini memeras rakyat.
(BACA JUGA: T-Rex Piaraan Pilot Akhirnya Pulang Ke Rumah, Ini Cerita Di Balik Toyota Crown Royal Saloon 2005)