Lima tahun kemudian, tepatnya sejak April 2015, persentase biodiesel kembali meningkat dari 10 persen menjadi 15 persen.
Hingga 1 Januari 2016, Kementerian ESDM kembali meningkatkan kadar biodiesel menjadi 20 persen atau disebut B20.
Persentase biodiesel kembali meningkat menjadi 30 persen atau B30, sejalan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 tahun 2015.
Permen tersebut merupakan perubahan ketiga atas Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
Merujuk Permen tersebut, pemanfaatan biodiesel sebagai campuran BBM ditetapkan minimal sebesar 30 persen mulai Januari 2020.
Selanjutnya, sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal EBTKE Nomor 10.E/EK.05/DJE/2022, ditetapkanlah campuran biodiesel untuk BBM solar sebanyak 35 persen atau B35.
Mandatori biodiesel B35 ini berlaku mulai 1 Februari 2023.
Sebelumnya, Biodiesel B35 juga telah melalui serangkaian uji lab dan uji jalan.
Uji jalan ini berlangsung sejak Juli 2022 hingga akhir Desember 2022.
Hasilnya, secara umum B35 memberikan gambaran performa yang baik.
Selain itu, penerapan B35 pada tahun ini juga telah mempertimbangkan kesiapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) dan BU BBM, baik dari aspek kesiapan pasokan, distribusi, dan infrastruktur penunjang.
Adapun berkenaan dengan penetapan dan penerapan B35, Kementerian ESDM pun menaikkan alokasi biodiesel pada tahun ini menjadi 13.148.594 kiloliter.
Jumlah tersebut meningkat sekitar 19 persen dibandingkan alokasi pada 2022 yang sebesar 11.025.604 kiloliter.
Di sisi lain, penjualan Biosolar di tahun ini diperkirakan akan mencapai angka 37.567.411 kiloliter.
Angka itu mengacu pada proyeksi penyaluran Biosolar pada 2022 yang sebesar 36.475.050 kiloliter, serta asumsi pertumbuhan permintaan sebesar 3 persen.
Baca Juga: Pengguna Mobil Diesel Siap-Siap, Pakai Biodiesel B35 Per 1 Februari 2023