"Terakhir yang Senin kemarin itu, warga yang ditandu ke puskesmas, namun keburu lahiran di jalan," kata Dewi.
"Alhamdulilah sejauh dalam penanganan saya semuanya bisa tertangani, semoga terus demikian," sambungnya.
Menurut Dewi, menjadi bidan di wilayah terpencil dituntut punya keterampilan lebih serta harus mampu membuat perhitungan yang matang saat menangani pasien.
"Kuncinya harus tenang meski dalam situasi paling darurat sekali pun. Kalau panik bisa nge-blank di saat penanganan, dan tentunya itu bisa membahayakan pasien," ujar Dewi.
Dewi bercerita, dari sekian pengalaman tugasnya yang penuh liku, momen di saat dirinya tengah hamil tua tetapi harus menangani persalinan warga adalah yang paling berkesan.
"Berangkat malam dan turun ke sungai. Saat di tanjakan saya sampai harus didorong dari belakang dan ditarik dari depan oleh warga, sudah tak kuat jalan karena sedang hamil tua," kenangnya.
"Alhamdulilah bisa melaluinya, ibunya melahirkan selamat di puskesmas, dan kondisi kandungan saya sehat dan kuat. Sekarang anak saya sudah 5 tahun," ucapnya.
Setiap hari Dewi harus menempuh jalan setapak untuk memberikan layanan kesehatan kepada warga, terutama pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui. serta anak balita.
Tak hanya itu, Dewi juga dituntut mampu mengedukasi dan membuka wawasan masyarakat perihal pola hidup bersih dan sehat.
Kondisi jalan yang sangat tidak bersahabat serta kontur perkampungan yang berbukit dengan lokasi rumah warga yang saling berjarak menuntutnya handal mengendalikan si kuda besi, motor trail hitam yang setia menemaninya bertugas selama ini.
Meski terkadang, Dewi harus menyewa ojek jika situasi tak memungkinkan untuk berkendara seorang diri.
"Pulang pergi ongkosnya bisa habis Rp 150 ribu," ujar Dewi.
Tugasnya masih akan terus berlanjut, terlebih ada 24 ibu hamil dan beberapa di antaranya akan segera melahirkan, serta ratusan anak balita yang menjadi tanggung jawabnya.
Baca Juga: Honda CRF150L Tergeletak, Oleng Masuk Jalur Lawan, Pelajar 17 Tahun Terlindas