Otomotifnet.com - Perlu diketahui, korban kecelakaan dilarang yang namanya mengambil atau meminta paksa SIM, STNK atau dokumen lain milik pelaku.
Karena kebanyakan di masyarakat, tindakan seperti itu dianggap benar dan dilakukan supaya pelaku tak bisa kabur dari tanggung jawab.
Kepala Urusan Administrasi Penindakan Pelanggaran Direktorat Penegakkan Hukum Korlantas Polri, Kompol Mukmin Timoro, meluruskan salah pengertian tersebut.
Ia membagikan beberapa alasan mengapa korban tidak boleh asal mengambil dokumen wajib pelaku saat laka lantas.
Pertama, tindakan tersebut masuk ke dalam kategori main hakim sendiri dan tentunya tidak dibenarkan, ditinjau dari segi penegakkan hukum positif.
Ia juga menjelaskan, hanya Polisi saja yang boleh melakukan segala bentuk pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen wajib.
“Satu-satunya pihak yang berhak meminta, memeriksa, dan menahan SIM seseorang saat laka lantas adalah aparat penegak hukum, yang dalam hal ini adalah Polisi,” ucapnya dikutip dari Kompas.com.
Penjelasan ini juga sejalan dengan dasar hukum yang berlaku, yakni Pasal 89 ayat (2), Pasal 236, dan Pasal 260 ayat (1) huruf d Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan (UU LLAJ).
Secara ringkas, ketiga pasal tersebut secara eksplisit menegaskan jika hanya Polisi sebagai aparat penegakkan hukum yang boleh melakukan pengambilan dokumen wajib milik pengendara.
Mukmin menambahkan, tindakan pengambilan SIM bahkan bisa disebut perampasan atau pengambilan paksa, dan tentunya, akan dijerat dengan pasal hukum yang berlaku.
Sebagai langkah penanganan, Mukmin menganjurkan pengendara yang terlibat kecelakaan untuk mendatangi kantor Polisi, dan melakukan diskusi di ruang terkontrol.
“Sebaiknya didiskusikan secara tenang, dan adil. Kalau terlibat kecelakaan, biasanya sulit menjaga kepala dingin, dan bisa berpotensi mengambil tidakan tidak fair (adil),” ucapnya.
Baca Juga: Solusi Perpanjang STNK Kendaraan Milik Orang Yang Sudah Meninggal, Lampirkan Ini