Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

Membangun Motor Nasional Menyelamatkan Uang Negara

billy - Rabu, 1 Februari 2012 | 11:36 WIB
No caption
No credit
No caption

No caption
No credit
No caption

Motor SMK yang terbengkalai
Tulisan Membangun Motor Nasional beberapa waktu lalu cukup mendapat tanggapan beragam. Tentunya ada yang pro dan kontra. Yang kontra menganggap ‘perjuangan’ membuat motor nasional  alias Monas dianggap tidak realistis. Seperti apa yang disebutkan oleh Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata. Ia menyebutkan jangan terperangkap nasional semu.

Mereka menyebut konsumen motor pun tidak akan termakan isu sentimen nasionalisme. Tentu saja mereka akan memilih motor yang memiliki mutu baik dengan nilai jual kembali yang baik juga pelayanan after sales yang baik.

Mereka juga menyebutkan membangun sulitnya penyerapan motor nasional adalah faktor ekonomi. Pasalnya konsumen motor cenderung menempatkan motor sebagai alat transportasi keluarga dalam hal ini mereka menganggap motor merupakan kebanggaan keluarga di mana motor pilihan mereka tidak boleh asal. Makanya konsumen cenderung memilih merek motor yang sudah mapan.  Dengan demikian Monas masih sangat berat.

Yang pro menganggap pembentukan Monas ini bukan sekadar proyek nasionalisme belaka. Namun ada unsur ekonomi yang sangat luar biasa besar yang memang sudah hilang dari Indonesia.

Taufik Hidayat, mantan Direktur PT Kanzen Motor Indonesia mengungkapkan  Pemerintah sebaiknya tahu berapa rupiah belanja setiap tahun dari lisensi merek asing. “Meski komponennya sudah diproduksi di Indonesia. Perkiraan saya 3%-5% produsen motor di Indonesia mesti bayar royalti tiap tahunnya ke principle merek,” tegas Taufik Hidayat. 

Dengan asumsi jumlah motor yang diproduksi AISI mencapai 8 juta unit lebih pada tahun ini, Taufik memperkirakan triliyunan rupiah ongkos royalti di boyong ke luar negeri yang dibayarkan Indonesia.

Karena itu, Ia menilai, tidak tepat ada pernyataan yang menyebutkan yang penting lokal kontennya bukan mereknya. “Ini pernyataan yang tidak benar,” ungkapnya.

Ia mengatakan jika saja memakai merek lokal, maka, belanja royalti merek asing bisa disave. Dan ini bisa menjadi nilai tambah. Dana tersebut bisa dipa kai untuk pengembangan industri atau pengembangan SDM yang ada. “Dengan demikian, merek asli Indonesia sama pentingnya dilihat dari nilai tambah buat Indonesia,” ungkap Taufik.    

Pihak asing yang punya kepentingan pada penjualan motor di Indonesia tentu saja tidak ingin mega bisnisnya tergantung. Makanya tidak mengherankan, kalau semisal negara Jepang enggan meminjamkan dananya untuk pembangunan transportasi massal.

“Coba teliti lagi, mana pernah ada pinjaman lunak dari Jepang untuk pembangunan infrastruktur transportasi massal,” jelas seorang petinggi perusahaan minyak nasional.


 China berhasil bikin motor nasional
Pinjaman negara donor ini paling hanya dimaksudkan untuk membangun sarana infrastruktur jalan saja. Masuk akal policy yang dijalankan pihak negara donor yang punya kepentingan di sini. “Lha kalu memberikan bantuan untuk infrastruktur transportasi massal sama saja bunuh diri,” ungkapnya lagi.

Proyek Monas ini memang rentan disabotase. Masih membekas di bayangan kita saat IPTN  hendak meluncurkan pesawat nasional Gatot Kaca N-250 untuk menjadi produksi massal.

Pada akhirnya, memang ada tangan-tangan yang tidak terlihat untuk menggagalkan proyek kebanggannya nasional ini. Toh akhirnya kita sama-sama tahu bahwa impian membuat pesawat nasional hanya menjadi angan-angan.

Taufik menilai ada beberapa faktor yang membuat motor nasional selama ini tidak berhasil. Pertama dukungan masyarakat, dan juga dukungan pemerintah  yang memang setengah-setengah.

“Banyak pengalaman baik di motor nasional maupun mobil nasional yang layu sebelum berkembang,” ungkapnya.

Ia menilai ramainya mobil nasional belakangan ini jangan hanya euforia semata. “Momen ini hendaknya digunakan pemerintah untuk serius menggarap proyek itu. Jangan semata dijadikan komoditas politik,” ungkap Taufik. 

Soal SDM Taufik maupun Gunadi sangat yakin Indonesia memiliki manusia profesional yang mampu menggarap proyek besar ini. “Asal pemerintah mampu ngasih ‘gong’. Saya yakin proyek ini bukan hanya impian semata,” ungkap Taufik yang dulu pernah menjadi project officer Expressa, proyek motor nasional di era Presiden Soeharto.    (motorplus-online.com)

Editor : billy

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa