"Ini mobil turunan dari ayah saya. Baru saya pakai pada 1997. Cukup lama dipakai dalam keadaan standar sebelum akhirnya dimodifikasi," sebut pemilik Daihatsu Taft Hiline GTL keluaran 1993.
Perjalanan ke tanah seberang yang tidak bisa ditebak, memaksanya melakukan modifikasi di banyak sektor. Mesin tetap pakai standar, hanya ditambah turbo RHB5 milik saudaranya, Daihatsu Ruger.
Menurutnya, dengan pemasangan turbo tersebut sangat berguna ketika berada di jalan menanjak dan jalan lurus yang tergolong panjang.
"Jadi lebih percaya diri saat mendahului kendaraan yang pelan. Nafas mesin juga lebih panjang," cerita Putra, sapaannya.
Berbeda cerita dengan modifikasi yang diterapkan pada kaki-kaki. Sistem suspensi standar Daihatsu Taft Hiline dianggap terlalu keras. Sehingga tidak memberi kenyamanan ketika melibas trek aspal di pulau Sumatera.
Demi mendapat kenyamanan, pria berusia 30 tahun ini mengubah kaki-kaki. Untuk depan dan belakang dipakai model per ulir. "Modifikasi ini oleh bengkel XC Trail di Pondok Cabe. Jauh lebih nyaman dibanding kondisi standar," sebutnya.
Dengan mendapat kenyamanan serta kelenturan suspensi, jadwal pengecekan ke kebun sawit dan karet di kawasan Palembang menjadi lebih mudah dilakukan. ‘Pekerjaan' Jakarta-Palembang dengan menggunakan mobil tersebut dilakukan paling tidak 2 kali dalam satu bulan.
Nah, karena sering berada di perkebunan, maka transmisi serta recovery kit juga dipakai yang mumpuni. Gearbox juga diambil milik saudaranya, Ruger. Menurut anggota B4C (Bintaro 4Wheel Community) ini, transmisi tersebut memiliki perbandingan gigi yang lebih besar, sehingga lebih mudah berada di tanjakan.
Sementara itu, untuk recovery kit, hanya terpasang winch keluaran KÖhler 12000. Memang jarang dipakai, tapi tetap dipasang untuk berjaga-jaga.(mobil.otomotifnet.com)
Editor | : |
KOMENTAR