Untungnya, Viky punya besutan Ford Laser Lynx keluaran 1996 yang bersedia diekspos. Bahkan tak tanggung-tanggung, serombongan Laser series mulai dari Laser Champ, Laser Sonic dan Laser Ghia GL ikut dibawa serta ke sesi pemotretan di bilangan Senayan, Jaksel.
Bila Viky bisa mengajak varian Laser lainnya, lantaran pria berpostur tubuh tinggi ini memang tergabung sebagai anggota Ford Line 'Indonesian Ford Sedan Club'. “Biar saya enggak sendirian,” kelakar Viky sembari menunjuk besutan members lainnya.
“Pada era '90-an, mobil karburator masih menjadi pilihan mayoritas pemakai mobil,” papar Rozzi Aditya yang pakai Ford Laser Sonic 1.3L keluaran 1990. Tak kelar sampai disitu, pada 1996 meluncur kembali varian Laser yang lebih modern dan dikenal dengan sebutan Lynx. Mengusung mesin BP5 dengan teknologi pasokan injeksi dan DOHC.
Ford Lynx merupakan sedan saloon 4 pintu bermesin 1.600 cc yang terbilang sukses di belahan benua Australia, Afrika, Jepang dan Eropa. Bisa jadi karena dimensi yang kompak dan mengusung mesin powerful, namun konsumsi bahan bakar terbilang moderat alias tidak boros.
Menjadi bertolak belakang dengan Ford Laser Champ milik Andreas Eka yang sudah full rollbar dan suspensi ceper. Champ keluaran 1990 berkelir merah ini memang diset untuk besutan harian sekaligus gacoan slalom test. “Kalau enggak bentrok dengan acara keluarga, saya pasti ikut event slalom test,” ujar Andreas semangat.
Ford Laser Champ memang memiliki aura performa diatas rata-rata. Berdimensi kecil karena semi hatchback, namun tenaga yang mampu disalurkan ke roda depan terbilang besar karena mesin injeksi dengan kapasitas 1.800 cc.
Sesuai namanya yang berarti sang juara, Laser Champ menjadi salah satu dream car back to 90s. Pesaing keras Mazda Astina yang mengusung mesin sama persis. “Buat dalam kota juga enak karena torsi besar yang membuat konsumsi BBM terkontrol,” terang Ruly Patria, pemakai Champ berkelir hitam dan pelek besar.
(mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR