Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

BBM Pertamina Pertalite Cuma Tambah Octane Booster?

Otomotifnet - Senin, 27 April 2015 | 09:04 WIB
No caption
No credit
No caption

No caption
No credit
No caption

BBM Jenis Premium RON 88 saja masih impor, lantas bagaimana Pertamina akan menyediakan BBM jenis baru yakni Pertalite RON 90?


Jakarta - Pertamina berniat meluncurkan BBM jenis baru yang kabarnya diberi nama Pertalite. Tersiar kabar, Pertalite memiliki RON (Research Octane Number) di angka 90. Menurut Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang konsen mengawal kualitas BBM di Indonesia.

KPBB beranggapan bahwa Pertalite dengan RON 90 memiliki kualitas sama saja dengan Premium. “Itu hanya akal-akalan, untuk mengganti nama saja,” bilang Ahmad Safrudin, Ketua Peneliti KPBB. Pernyataan ini dilandaskan oleh temuan KPBB, bahwa Pertalite sebetulnya hanya ditambahkan blending component berupa High Octane Mogas Component (HOMC).

“HOMC ini dicampurkan pada bensin berkualitas rendah. Misalnya Premium beroktan 88 ditambahkan HOMC menjadi Pertalite 90,” ungkap pria yang akrab disapa Puput ini. Masih menurutnya, penambahan HOMC ini memang wajar terjadi. “Untuk Premium misalnya ditambahkan HOMC 40%.

Material HOMC berupa metallic octane booster yang berarti kualitasnya (Pertalite) justru turun,” bebernya. Besaran oktan pun berbeda-beda tiap daerah. Hal ini terkait dengan performa dari kilang-kilang Pertamina yang memproduksi BBM. “Sebagai contoh BBM Premium di Jambi, Kupang dan lainnya memiliki oktan 88, kemudian di Manado 88,2, Jakarta 88,5,” sebut Puput.

(Simak tabel perbandingan angka RON BBM Premium di tiap daerah). Kandungan sulfur ini pun berbeda-beda tiap daerah, sebab tergantung asal kilang dimana BBM diproduksi. Simak tabel jumlah sulfur untuk BBM Premium RO N 88 di tiap-tiap daerah.

No caption
No credit
No caption
 
No caption
No credit
No caption


Jadi sebenarnya mengubah besaran angka oktan bisa dilakukan tanpa bikin jenis BBM baru. “Jangan sampai salah pengertian. BBM dengan oktan 90 tersebut diracik dengan menambahkan blending component, artinya Pertamina hanya menambahkan octane booster,” imbuhnya lagi. Jadi sebenarnya enggak perlu ada BBM jenis baru?• (otomotifnet.com)



"Pengadaan Pertalite 90 diolah dari optimasi blending, serta memenuhi requirement mesin mobil terkini sekaligus bertujuan untuk mengurangi impor BBM RON 88"
Muhammad Iskandar, Vice President Fuel Marketing PT Pertamina Persero


Ini Cara Pertamina Membuat Pertalite


PT Pertamina Persero menegaskan tidak menghapus Premium dengan RON 88 dengan meluncurkan Pertalite RON 90. Lalu? “Iya memang, BBM Premium RON 88, 65 persennya impor kemudian 35 persen yang lain produksi dalam negeri,” beber Muhammad Iskandar, Vice President Fuel Marketing PT Pertamina Persero.

Masih menurut Iskandar, pengadaan Pertalite akan dilakukan dengan menggunakan sistem Optimasi Blending. “Optimasi Blending artinya kita akan memanfaatkan bahan baku minyak yang telah ada, kemudian kita blending untuk menjadi Pertalite. Semua kilang akan kita optimalkan, hanya optimasi untuk blending saja,” ungkap Iskandar.

Artinya tidak ada impor minyak mentah tambahan untuk bikin Pertalite. Sebab stok bahan RON 88 masih ada sampai 6 bulan ke depan. Hal tersebut ditambah upaya untuk optimalisasi performa blending setiap kilang yang ada saat ini. “Bulan Juni kesana (Pertamina) sudah mulai mengungrangi impor BBM RON 88 ke 92 (Pertamax),” lanjutnya saat ditemui di sebuah diskusi energi (19/4).

Namun ia memastikan bahwa pembenahan kilang akan dilakukan sepanjang 2 tahun ke depan. Soal dispenser baru buat Pertalite, tidak ada yang baru. Opsinya mengurangi jumlah dispenser Premium dan Pertamax. •

Kandungan Sulfur Pertalite Tinggi?

Menurut Ahmad Safrudin, Ketua Peneliti Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Pertalite yang kabarnya memiliki RON 90 itu sejatinya diracik dari Premium plus blending component. “Perlu diketahui kandungan sulfur pada Premium 88 itu mencapai 200 PPM (Part Per Million), timbal 0,005 gram per liter.

Jika Pertamina menggunakan Premium yang di-upgrade jadi Pertalite maka jumlah sulfurnya kurang lebih akan sama,” ungkapnya. Menurut Puput, panggilan akrabnya, tingginya kadar sulfur di bensin jadi musuh mesin. “Terlebih untuk mobil-mobil saat ini yang telah dilengkapi sejumlah fitur mesin moderen.

Toleransi sulfur untuk mobil-mobil sekarang adalah 50 PPM. Indonesia tergolong negara dengan kualitas BBM terburuk, bahkan dibanding negara-negara Afrika sekalipun,” katanya. Masalahnya dari sejak berupa minyak mentah, kadar sulfur di Premium sudah tinggi. Itu karena minyak mentahnya diimpor dari kawasan Timur Tengah yang dikenal punya kadar sulfur tinggi.

Belum lagi, kondisi kilang-kilang Pertamina saat ini paling muda berumur 30 tahun, performanya sudah jauh menurun. •

Tidak Direkomendasi

Iskandar mengklaim bahwa soal Pertalite sudah diberitahukan ke pihak Gaikindo dan AISI. “Dari sisi produsen agar requirement-nya terpenuhi. Optimum requirement-nya RON 90,” ucapnya. Apalagi, “Triwulan pertama 2015, permintaan BBM Premium turun 5 persen. Sedangkan BBM Pertamax naik hingga 300 persen,” urainya.

Namun Pertalite tak direkomendasikan oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Dr. Agung Wicaksono, sebagai salah satu anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, mengatakan bahwa Pertalite tidak termasuk rekomendasi dari tim yang dipimpin oleh Faisal Basri itu.

“Hal yang kita rekomendasikan sebetulnya adalah menghentikan impor RON 88 (Premium), digantikan dengan impor RON 92 (Pertamax) sepenuhnya,” tegas Agung. Senada dengan Agung, Sudaryatmo yang Ketua Pengurus Harian YLKI menjelaskan ada tiga hal yang harus diperhatikan Pertamina.

Pertama, soal jaminan pasokan, terutama di luar pulau Jawa. Lalu kebijakan harga yang harus pasti, dan ketiga adalah dijamin mutunya sekaligus presisi takarannya (dispenser). Masih menurut Sudaryatmo, yang ditemui di seli diskusi energi (19/4), BBM semestinya menjadi essential commodity act yang dilindungi oleh negara.

“Essential commodity act ini mencakup cabang-cabang produksi yang dikuasai negara untuk hajat hidup orang banyak. Permasalahannya saat ini adalah infrastruktur hukum yang ada masih belum tertata baik, sehingga saling tumpang tindih dan membingungkan. Sehingga Pertamina juga menjadi sulit dalam menentukan langkah terbaik,” lanjut Sudaryatmo. •


Editor : Otomotifnet

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa