Di kalangan motoris, ikat kepala khas kedaerahan ini juga sudah sering dipakai. Bentuknya sama dengan bandana malah punya dimensi jauh lebih lebar. Variasi atau gaya ngikatnya juga jadi bisa lebih banyak dan nyaman.
“Selain motif yang khas Indonesia, ikat kepala lebih banyak fungsi ketimbang bandana. Karena lebar, di kepala bisa lebih nyaman, banyak variasi cara mengikat sesuai kreativitas termasuk bisa dialih fungsi lain sebagai penutup hidung saat riding, Menutup leher jadi hangat,” tambah Hendrik Togas, penjual variasi biker dari Poser Chapterz Tangerang.
Motif juga beragam. Khas Banten, warna biru tua atau coklat dengan penampang lebar ukuran 100 cm X 100 cm atau ikat Sunda berbentuk segitiga corak batik, putih hitam atau cokelat, punya daya tarik tersendiri. Nggak kalah oke kalau diajak bersaing dengan bandana ala Amerika yang cenderung lebih kecil.
Variasi ikat kepala ini berkembang terus baik corak ataupun cara mengikatnya. Komunitas Iket Sunda (KIS) dari Bandung misalnya, mencatat tidak kurang dari 26 jenis ikat kepala peninggalan leluhur bisa menjadi alternatif pengganti bandana.
Sipnya, mereka juga sudah memiliki anggota sekurangnya 600 orang rata-rata anak muda terdiri dari seniman, musisi juga biker. Nama dan gaya mengikatnya juga beragam, seperti istilah Ki Lengser yang menunjukkan status sosial, dianggap sepuh atau senior.
Banyak biker juga menyukai gaya totopong atau bisa disebut Bendo Cepot dengan gaya mengikat yang menutupi bagian belakang kepala. Gaya ini dianggap lebih informal dan tentunya juga mudah cara mengikatnya.
Nah sebagai salah satu alternatif fesyen biker, nggak ada salahnya kan membudayakan ikat kepala khas yang ada di daerah masing-masing. Tentunya tidak hanya Sunda atau Jawa, pastinya seluruh daerah yang ada di Indonesia punya jenis ikat kepala yang sesuai khasnya.
Bro setuju? (motorplus-online.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR