Syaratnya mesti memenuhi dua unsur penting, yaitu angka setana(cetane number) lebih tinggi serta kandungan sulfur yang lebih rendah. Pertimbangannya, jika partikel bahan bakar kontak dengan udara, solar akan sulit terbakar di ruang bakar. Kondisi ini akan mengakibatkan penundaan atau jeda pada proses pembakaran yang cukup lama. Sehingga bisa menyebabkan gejala detonasi (ngelitik) pada mesin diesel.
Semakin tinggi angka setana semakin baik, karena dapat mempersingkat durasi jeda pembakaran di ruang bakar. Efeknya gejala ngelitik bisa ditekan, sehingga tenaga mesin tidak berkurang.
Selain itu perlu memperhatikan kandungan sulfur (sulphur content) dalam solar. Sebab mesin diesel masa kini memang membutuhkan bahan bakar dengan kandungan sulfur rendah. Sebab material belerang ini bisa memicu karat, yang memungkinkan terjadinya penyumbatan di saluran-saluran kecil pada sistem common-rail.
Bisa dicermati dari spesifikasi bahan bakar solar beberapa produk, seperti Pertamina Dex. "Cetane number-nya minimum 54, maksimum sekitar 55-56. Sedangkan kandungan sulfurnya 300 ppm (parts per million)," kata M. Harun, vice president corporate communication PT Pertamina (Persero).
Mesin diesel common-rail umumnya butuh cetane number tinggi serta kandungan sulfur yang cukup rendah(kiri atas). Semakin bening warna solar, kandungan sulfur lebih rendah(kiri bawah). Penggunaan additive seperti cetane booster cukup efektif buat menaikkan angka setana(kanan).
Sedangkan solar produksi Shell, kandungan sulfur di dalamnya sekitar 50 ppm, dengan angka setana antara 48 (min) hingga 52 (max). Menurut Sri Wahyu Endah, media relations manager PT Shell Indonesia, Shell Diesel direkomendasikan untuk semua jenis mobil berbahan bakar solar. Lantaran bisa membuat mesin tetap bersih dan bebas dari deposit.
Nah tidak ada ruginya bersikap lebih selektif dalam menggunakan solar untuk mobil diesel Anda, ketimbang mesti berkorban lantaran mengalami kerusakan di kemudian hari. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR