Jakarta - Tidak bisa dipungkiri, meski dari sisi teknis, jelas mobil murah atau LCGC (low cost green car) diharuskan meminum bahan bakar beroktan RON 91/92, tapi pemiliknya malah mengisinya dengan premium. Padahal, ada beberapa kerugian dialami jika memakai bensin bersubsidi itu.
Bahkan pada buku pedoman kepimilikan kendaraan sudah dicantumkan bagi konsumen agar menggunakan bahan bakar dengan angka oktan minimal RON 91/92. “Kalau di lapangan tergantung konsumennya mau pakai apa, karena tidak bisa diawasi,” tambah Iwan.
Selain itu, penggunaan BBM bersubsidi alias premium akan menyebabkan pengguna mobil akan kehilangan beberapa hal yang ditawarkan pabrikan. Seperti tenaga yang dijanjikan tidak akan tercapai. “Misalnya tertulis 65 dk, itukan hasil dari pabrikan dengan menggunakan BBM nonsubsidi. Jika pakai yang BBM subsidi otomatis tenaga akan berkurang karena pembakaran tidak sempurna,” lanjutnya.
Masih menurut Iwan, efek selanjutnya akan berpengaruh kepada efisiensi bahan bakar. Maksudnya, RON lebih rendah akan menyebabkan pembakaran tidak sempurna dan mesin ngelitik. “Lama-lama akan menimbulkan kerak pada ruang bakar, tenaga berkurang dan boros bahan bakar,” tambah Agung Anom, Service Manager Suzuki Kebon Jeruk, Jakbar.
Proses menumpuknya kotoran di ruang bakar memang enggak bisa dibilang cepat. Tergantung kepada perawatan pemilik kendaraan pula. “Tetapi proses pengerakan biasanya terjadi setelah 10 - 20 ribu km. Beda jika pakai BBM nonsubsidi akan relatif lebih bersih,” ujar Agung. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : |
KOMENTAR