Berbagai karya para siswa SMK ini tentunya dipandang sebagai terobosan yang menepis paradigma negatif. “Selama ini anak SMK atau STM di stereotipe-kan dengan tawuran. Padahal tidak semua seperti itu. Buktinya mereka cukup kompeten membangun mobil,” jelas Dedi Indrayana, selaku kepala sekolah SMKN 8, Bandung, Jabar.
Semangat untuk berinovasi ini rupanya sanggup memberi motivasi bagi industri berskala kecil menengah, misalnya bengkel-bengkel perakitan hingga modifikasi kendaraan. Alhasil industri otomotif dalam negeri memiliki daya saing dan kedepannya diharapkan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Tanggapan positif juga disampaikan oleh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. “Konsep pendidikan dari SMK saat ini sudah cukup bagus dengan mengedepankan kompetensi. Di sisi lain, hasil karya mereka dapat menjadi stimulus serta kebanggaan untuk lebih berprestasi lagi,” urai Ir. Abdul Hapid, kepala bidang peralatan transportasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Memang sudah semestinya jika karya anak bangsa mendapat apresiasi. Dukungan serta kontribusi dari berbagai pihak diharapkan dapat membantu perkembangan, bukan justru didomplengi oleh unsur politik. “Iya kami sangat terbuka untuk segala masukan yang terkait pengembangan. Termasuk dukungan anggaran untuk proses penggarapan,” papar Dedi, seraya mengatakan bahwa mobil buggy menjadi sarana pembelajaran anak didiknya.
Wacana soal kelanjutan dari hasil karya para siswa SMK yang digemborkan jadi industri otomotif nasional. Tentu menjadi hal positif, namun diharapkan tidak mengganggu kewajiban para siswa untuk fokus belajar.
“Fokus utama adalah membangun skill dan meningkatkan kompetensi siswa. Kami ingin menjadikan sekolah sebagai gudangnya ilmu rekayasa teknik, nah hasil akhirnya diupayakan untuk kerja sama dengan pihak industri sebagai eksekutor,” tegas Dedi, yang telah menerapkan standardisasi mutu ISO 9001-2008 di SMKN 8, Bandung.
Prestasi para siswa SMK Indonesia dalam menelurkan karya di bidang otomotif patut diacungi jempol. Tinggal keseriusan dalam meneruskan tongkat estafet yang telah dibawa oleh para Generasi Brani. Yang muda yang berkarya!
Buggy Mengadopsi Mesin VVT-i
Mobil Buggy hasil karya para siswa SMKN 8, Bandung ini mengadopsi mesin Toyota Vios. Yakni mesin bernomor seri 1NZ-FE dengan kapasitas 1.500 cc VVT-i (Variable Valve Timing with intelligence). “Mesin tersebut didapatkan dari Singapura yang dibeli gelondongan. Harga untuk satu mesin berkisar Rp 19 juta,” terang Dedi.
Dari segi bentuk, mobil ini memang diperuntukkan untuk keperluan wisata. Misalnya untuk wisata pantai hingga rock climbing. “Tidak menutup kemungkinan, Buggy akan dilengkapi dengan anhang untuk membawa perlengkapan adventure,” lanjut pria ramah ini.
Tingkat kesulitan untuk membangun unit Buggy terletak pada penempatan mesin. Maklum mesin 1NZ-FE milik Toyota Vios umumnya ditaruh di depan, sedangkan pada Buggy mesinnya terletak dibelakang. “Iya kami memakai konsep rear engine atau mesin yang terletak di belakang. Pembuatan engine mounting adalah yang tersulit karena harus kokoh dan simetris terhadap rangka,” papar Arif, Claudio, dan Rama yang merupakan tim inti proyek mobil Buggy SMKN 8 Bandung.
Konfigurasi rangka terbuat dari pipa bulat ukuran 1,5 inci yang dirangkai dengan las listrik. “Sebetulnya kami memiliki las TIG (Tungsten Inert Gas), namun belum ada yang kompeten untuk mengoperasikannya,” ungkap Dedi, seraya bilang mobil Buggy ini telah dipesan oleh salah satu sekolah SMK di Medan, Sumut.
Bagian tersulit lainnya adalah instalasi roda. untuk roda belakang awalnya menggunakan lengan ayun milik mobil VW, sebab piranti pengereman masih menggunakan teromol. “Kini telah diganti dengan rem disc brake bawaan Toyota Vios,” tunjuk Rama, yang duduk dikelas 2 .
Mobil Buggy ini tersedia dua jenis, yakni transmisi manual dan matik. “Untuk tipe manual dibanderol Rp 70-an juta, sedangkan tipe matic dihargai Rp 90 juta-an,” beber Dedi yang juga bilang dapat memproduksi 4 unit Buggy dalam 1 bulan. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR