Sebelumnya, ayah dua anak ini menjabat sebagai Dirlantas Polda Jawa Tengah (Januari 2010-Oktober 2011. Sederet pengalaman bertugas antara lain Kapolsek Kebayoran Lama (1996), Kasubag SIM (1998), Ses SPN Lido, Kor Staf Kapolda Metro Jaya, Sespim, Staf Deop Mabes, Dirlantas Polda Sulawesi Tengah (2007), Dirlantas Polda DIY (2008) dan Sespati. Berikut petikan wawancaranya.
UPAYA PEMBATASAN
Tahap awal, apakah yang akan Anda prioritaskan mengatur lalu lintas di Jakarta yang sangat complicated? “Pertama, saya pasti berkonsultasi dengan Kombes Royke sebagai pendahulu. Dari situ, saya mulai menentukan mana-mana prioritas untuk mengelola lalu lintas di ibukota yang tentu sangat dinamika dan permasalahan. Yang jelas, saya akan meneruskan langkah-langkah yang telah dilakukan Pak Royke, dan tentu saja dengan akselerasi tinggi”.
Penjabat sebelumnya, Kombes Royke dikenal memiliki gagasan radikal misalnya dengan menerapkan pembatasan truk pada ruas tol Cawang-Pluit. Lalu, juga sudah dicanangkan rencana menerapkan pembatasan kendaraan berdasarkan warna bodi gelap-terang, namun kemudian terganjal. Apa yang akan Anda lakukan?
"Apa yang dilakukan beliau sangat bagus. Tetapi, saya juga memiliki konsep untuk mengatur lalu lintas di ibukota. Salah satunya dengan pembatasan kendaraan di Jakarta," sebut Kombes Dwi. Ia menyebut hal ini logis adanya mengingat komposisi antara panjang jalan yang ada saat ini dibandingkan jumlah kendaraan yang beredar sudah sangat tidak seimbang. Kalau tidak ada penangangan khusus, kemacetan bakal makin menjadi-jadi.
Tentu, menurutnya, pihak kepolisian tak bisa bekerja sendirian. Upaya lebih mengintesifkan kerjasama dengan stake holder dan pihak-pihak terkait lain yang berhubungan soal lalu-lintas jadi keinginan besarnya. "Saya juga akan memperhatikan jalanan yang dipakai berjualan seperti di Kebayoran Lama, soal angkutan umum hingga terminal bayangan. Untuk yang ini, saya akan bekerja sama dengan pihak terkait seperti Dishub, pengelola jalan tol dan pihak terkait lainnya," kata mantan Kapolsek Kebayoran Lama Jakarta ini.
Menghadapi SEA Games yang tinggal bilangan hari, Dirlantas Polda Metro Jaya mengambil langkah apa yang dilakukan agar bisa menjamu tamu negara dengan baik tapi kepentingan warga juga tak terabaikan.
Sebab informasi yang beredar di masyarakat soal kemacetan yang memuncak di sejumlah titik yang jadi tempat perlombaan antar atlet Asia Tenggara. Ia menyebutkan berkolaborasi dengan pihak Inasoc (panitia SEA Games), posisinya sebagai penanggung jawab soal transportasi. Karena itu ia menyampaikan permohonan maaf kepada warga jika sedikit terganggu kegiatan berlalu lintasnya.
"Mungkin dengan bunyi sirene iring-iringan atlet negara ASEAN dari hotel menuju venue dan sebaliknya.Tapi jangan kuatir, akan ada sistem buka tutup jalan yang dilakukan. Jadi warga tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya," jabarnya.
Ditambahkan pula bahwa pihak Dirlantas Polda Metro Jaya telah menyiapkan baik kendaraan roda empat, roda dua dan petugas sesuai kebutuhan untuk mengantar atlet dan ofisial itu agar tepat waktu ke arena perlombaan.
LAPORKAN PETUGAS 'NAKAL'
Perihal pembentukan opini publik berkaitan soal lalu lintas, Dwi menyebut kalau porsi itu 70% terbentuk lewat penyiaran pihak media massa. Porsi 30% sisanya karena kinerja pihak kepolisian. Makanya ia berjanji juga akan menjalin hubungan interaksi yang lebih terbuka dengan pihak media, agar informasi yang diperlukan masyarakat bisa lebih tersiarkan secara efektif.
Masih adanya catatan soal ‘oknum polisi' yang nakal di jalanan, seperti menerima 'uang damai' dari pelanggaran lalu lintas diakui pula Kombes Dwi sebagai kenyataan. "Itu godaan ya. Tapi, mestinya PJR (Polisi Jalan Raya) tidak menerima uang damai dari pelanggar lalu-lintas. Sebab secara ekonomi, yang diterima sudah cukup. Hak-hak anggota selain gaji bulanan kan ada uang bensin, remunisasi hingga uang tilang," ujarnya terus terang.
Ia menjelaskan pencegahan untuk hal tersebut sebagai yang pernah dilakukannya di wilayah kerja terdahulu. "Di Jawa Tengah, saya kira sudah sangat sedikit kejadian PJR berdamai dengan pelanggar lalu-lintas. Karena itu memang saya kampanyekan terus dan ekspos di media. Kalau penerima dan pemberi uang damai, sama-sama bisa dijerat hukuman." Ia mempersilakan masyarakat yang mengetahui adanya oknum petugas yang minta 'uang damai' segera melaporkan langsung kepadanya atau lewat call center Dirlantas. Dengan cara catat nama, tempat kejadian dan waktunya.
Sejurus kemudian ia menjelaskan bahwa sesuai Undang Undang No. 22/2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap petugas yang menilang pelanggar lalu lintas berhak atas Rp 10.000,-. Dengan ketentuan itu sebenarnya memang diharapkan tidak ada lagi istilah berdamai. Juga demikian, bagi pelanggar jangan coba-coba meminta damai dengan petugas (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR