OTOMOTIFNET - Wacana ‘motor no Premium’ yang sempat digulirkan oleh Dirjen Minyak & Gas Bumi Kementerian ESDM, menjadi hot topic kini.
Tak sedikit masyarakat, khususnya pemilik motor yang menentang aturan tersebut. Termasuk sudah ditolak mentah-mentah oleh DPR RI.
Namun, kalau bicara teknis, sebenarnya wacana itu (motor gak boleh pakai bensin Premium) cukup bagus. Malah boleh dibilang lebih banyak manfaat daripada mudharatnya. Asalkan...?
KONTRA
Persoalan sosial ekomoni lah yang menjadi penyebab utama ketidak-setujuan masyarakat soal pelarangan Premium dipakai di motor. “Yang jadi problem, pemerintah harus sadari dampak yang menimpa. Kebanyakan pemilik motor dari golongan pendapatan rendah,” jelas Gunadi Shinduwinata, ketum AISI (Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia) saat dikontak melalui ponselnya (2/6).
Karena, lanjut Gunadi, biaya hidup akan menjadi lebih tinggi. Khususnya untuk membeli Pertamax. “Akan jadi beban konsumen karena Pertamax lebih mahal hampir 50% dari Premium,” imbuhnya.
“Sekarang saja per harinya butuh Premium 3 liter (Rp 13.500). Kalau nanti harus isi Pertamax dengan harga per liternya Rp 6.950, maka harus nyiapin per hari Rp 20.850. Selain itu dari kantor, penggantiannya untuk Premium, bisa tekor,” ucap Febry Wibisono, marketing di bidang farmasi yang tinggalnya di Petukangan, Jaksel.
Lain lagi kata Hamdan, pengojek motor di bilangan Kelapa Dua, Jakbar. “Adanya peraturan baru yang akan berlaku itu mau tidak mau tetap setuju. Tapi bikin maju kena mundur kena. Karena pengeluaran nambah, tapi enggak bisa naikin ongkos jasa ojek ke pelanggan,” curhatnya.
“Kalau saya tidak pernah setuju kalau harus pakai Pertamax. Bayangkan, saya harus ngisi Pertamax 2 liter per hari. Jadi Rp 13.600. Sedangkan kalau sepi hanya dapet Rp 20.000. Jadi mau dapat berapa saya? Masa jaman susah begini tarif harus naik, kasihan penumpang,” ujar Ridwan, pengojek di Bandung, Jabar.
“Saya sempat kaget juga mendengar pernyataan pemerintah tentang motor tidak boleh pake Premium. Seharusnya yang begitu adalah mobil bukannya motor. Kalau pun motor seharusnya motor yang berkapasitas 150 cc ke atas yang kebanyakan dimiliki orang mampu,” bilang Christian Handoko, seorang fotografer yang memiliki Yamaha Mio 2007 di Bandung.
Apalagi ‘teriakan’ dari Kurniadi Sulistyomo, pentolan SOC (Skywave Owner Community) yang tak sepaham dengan pemerintah. “Sangat tidak setuju. Kebijakan diskriminatif yang bertentangan dengan konstitusi.”
Penerapan motor gak boleh beli Premium, menurut Freddyanto Basuki, manager marketing & research department PT Kawasaki Motor Indonesia, ATPM motor Kawasaki malah membuat peluang baru.
“Itu hanya akan membuat banyak celah atau kebocoran akan pemakaian Premium untuk motor. Maksudnya bagaimana pelaksanaannya, bisa-bisa nanti banyak pom bensin ilegal,” sahutnya.
NILAI LEBIH
Di luar sisi kontranya tersebut, dari kaca mata teknik memang diakui oleh para expert mesin dan mekanik/teknisi motor, penggunaan bensin beroktan tinggi (di atas Premium yang beroktan 88) seperti Pertamax (oktan 92) pada mesin motor banyak manfaatnya.
“Pemakaian bahan bakar beroktan lebih tinggi, membuat proses pembakaran jadi lebih sempurna,” ujar Muhamad Abidin, technical manager service division PT Yamaha Motor Kencana Indonesia.
Hal senada diungkapkan Handy Hariko, deputy GM technical service PT Astra Honda Motor (AHM). “Bahkan dengan pemakaian bahan bakar jenis Pertamax, performa mesin jadi meningkat, irit bahan bakar dan emisi gas buang yang dihasilkan dari proses pembakaran lebih ramah lingkungan.”
Hal itu sebenarnya sudah dirasa oleh sebagian besar bikers. Contoh Siswandhi, pengendara motor Bajaj Pulsar. Pengalamannya, “Untuk motor saya pake Premium akan bikin mesin tidak enak. Jadi lebih enak pake Pertamax. Soal irit bukan dari jenis bensinnya tapi cara berkendara dan motornya. Tapi Premium cepet bikin tangki kotor.”
Namun, Troy Jonathan Hadiarja, pemilik bengkel Dwikarya Bandung kasih pengalaman dari konsumennya. “Contoh motor Mio Soul punya konsumen saya. Pemiliknya dari awal selalu pakai Pertamax. Dia selalu merasa motor yang dipakai sangat irit. Karena saat dia ganti Premium, motor terasa lebih boros dan mesin terasa lebih panas dari pada pakai Pertamax. Kalau saya asumsikan pemakaian Pertamax bisa hemat bensin hingga 10% dan menambah tenaga hingga 5%,” tuturnya.
Meski begitu, apakah mesin motor baru saat ini memang dirancang untuk spek bensin oktan tinggi atau bisa untuk oktan rendah seperti Premium itu?
“Saat ini motor-motor baru yang beredar di masyarakat, dikategorikan masih bisa nenggak Premium maupun Pertamax. Hal itu karena tekanan kompresi pada ruang bakar motor-motor yang ada, masih tidak terlalu tinggi,” beber Handy.
“Namun untuk motor yang tekanan kompresinya sudah tinggi seperti Yamaha V-Ixion (kompresi = 10.40:1), lebih dianjurkan pakai Pertamax. Bila pakainya Premium, pada rpm tinggi akan timbul suara ngelitik dari ruang bakar,” kata Abidin.
Lebih lanjut Abidin menerangkan, masalah yang timbul pada motor-motor berkompresi tinggi saat pakai Premium dikarenakan, bahan bakar jenis ini akan meledak terlebih dahulu sebelum dipicu oleh percikan api dari busi. “Kata lain, ledakan yang terjadi dalam ruang bakar akibat tekanan kompresi yang cukup tinggi. Hal ini yang kemudian menimbulkan bunyi ngelitik,” paparnya.
Namun, kalau ada orang beranggapan mengganti Premium ke Pertamax akan berpengaruh pada umur pakai komponen dalam mesin, itu tidak benar. “Kan urusannya hanya di ruang bakar saja, jadi enggak ada efek ke komponen lain,” tutur Handy singkat
Penulis/Foto: SS, oct, eRIE, Pj / Patar, Salim, Aant
Editor | : | Editor |
KOMENTAR