Jakarta - Pemerintah berniat meningkatkan komposisi minyak sawit ke dalam bahan bakar Solar, selama ini kandungan minyak sawit pada biodiesel mencapai 10 persen (B10). Tahun depan (2016) berdasarkan Permen ESDM No 12 Tahun 2015, kandungan minyak sawit akan naik menjadi 20 persen (B20) pada biodiesel atau biosolar.
Langkah diversifikasi energi ini tentu patut didukung dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM, dalam hal ini Solar.Namun apakah langkah ini cukup aman, mengingat Bahan Bakar Nabati (BBN) memiliki kandungan asam.
Semakin tinggi campuran minyak sawit maka makin tinggi konsentrasi asam pada biodiesel. Kalau sebelumnya relatif tak ditemukan kendala, lantas bagaimana jika menggunakan komposisi B20 di mobil diesel saat ini? • (otomotifnet.com)
APA ITU BIODIESEL B20?
Biodiesel atau disebut Fatty Acid Methyl Ester (FAME) merupakan minyak solar campuran minyak sawit 20 persen dan solar minyak bumi 80 persen. Bahan baku pencampur biodiesel pun bisa dikatakan dapat diperoleh dari produk-produk pertanian, gampangnya adalah minyak goreng.
Proses pembuatan biodiesel adalah dengan mengurai molekul trigliserida menggunakan metanol atau etanol dan dibantu katalisator. Reaksi ini menghasilkan ester metil atau etil asam lemak yang sifat fisiknya mirip dengan minyak solar. Untuk mendapatkan campuran yang homogen antara FAME dengan minyak solar maka dilakukan di kilang.
Nah masalahnya, apakah bisa dijamin campurannya bisa konsisten? “Itulah masalahnya, pencampuran FAME dengan solar dikawatirkan tidak konsisten. Bisa saja nanti didaerah tertentu campurannya lebih banyak FAME diatas 20 persen.
Belajar dari pengalaman, kita mengukur terdapat ketimpangan, bahkan kandungan FAME-nya bisa mencapai 50 persen,” ungkap Tri Yuswidjajanto, Peneliti ?Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) Institut Teknologi Bandung (ITB).
PLUS MINUS BIODIESEL B20
Plus:
- Biodiesel merupakan produk pertanian, sehingga dapat diperbaharui
- Memiliki cetane number yang tinggi, volatile rendah dan bebas sulfur (Sox)
- Memungkinkan diproduksi dalam skala industri kecil, sehingga dapat menggerakkan ekonomi pedesaan
- Lebih mudah terurai (biodegradable) oleh mikroorganisme dibanding minyak mineral
- Menghemat penggunaan minyak solar, sehingga mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak
Minus:
- Viskositas lebih kental, sehingga pengabutan butir-butir menjadi lebih besar dan menyebabkan emisi gas buang lebih besar Kadar air tinggi, sehingga FAME mudah terbentuk jamur dan mengendap di filter bahan bakar, tenaga mesin menjadi drop
- Bereaksi pada material yang terbuat dari karet alam, misalnya karet-karet sil pada mesin. Dampaknya karet sil dapat getas dan berisiko pada kerusakan mesin yang lebih parah
- Karena sifatnya sebagai aditif yang baik dalam melumasi komponen mesin, FAME dapat mengikis endapan karbon sisa pembakaran. Namun karbon deposit tersebut justru akan larut dan menyumbat injector rail
- Walaupun telah melalui proses netralisasi, bahan bakar nabati memiliki kadar asam yang cukup besar. Sehingga dikhawatirkan menyebabkan oksidasi dan berpotensi merusak komponen mesin
TANGGAPAN APM
MITSUBISHI
PT Kramayudha Tiga Berlian Motors (KTB) selaku prinsipal Mitsubishi di Indonesia mengatakan bahwa pihaknya sempat dimintakan bantuan untuk menyediakan unit test drive. “Kami menyediakan 1 unit Mitsubishi Pajero Sport Exceed untuk dipakai test bahan bakar biodiesel B20. Namun kami belum mendapat laporan terkait hasil pengujiannya,” paparnya.
Alhasil pihaknya belum dapat memastikan apakah penggunaan B20 dinilai aman. “Kita sebetulnya pernah menge-test. Batas toleransi biodiesel hanyalah 10 persen. Semakin besar campuran minyak nabati maka kadar asamnya juga kian besar.
Kadar asam ini jika kena karbon deposit akan larut dan berisiko membuat drop tenaga mesin,” lanjutnya, seraya bilang pihaknya dalam waktu dekat juga akan test ketahanan komponen mesin ketika menggunakan B20.
Boediarto
Department Head Technical Service PT KTB
TOYOTA
“Toyota sudah siap untuk menghadapi B20. Kita juga sudah pernah test penggunaan B20 ini di Innova dan Fortuner sejauh 100 ribu kilometer dengan waktu 9 bulan. Sama sekali tidak ada masalah di mobil-mobil itu. Dengan penggunaan B20 ini, konsumsi memang sedikit lebih boros, tapi ruang bakar menjadi lebih bersih. Ini semua berdasar hasil test.
Untuk yang pertama pakai B20, mungkin tidak ada masalah. Tapi bagi mobil yang sudah lama pakai B10 atau B15, dengan penggunaan B20 kemungkinan akan ditemui kendala, filter yang kotor. Sebab B20 ini memiliki sifat yang mampu membersihkan endapan. Salah satu tanda filter harus ganti, ada lampu berkedip.”
Dadi Hendriadi
Head Technical Service Division PT Toyota-Astra Motor
JEEP
Jeep Wrangler DIesel tidak diharapkan minum solar biasa. Namun pertanyaanya bagaimana jika telah berganti biodiesel (B20)? “Bisa kok pakai biosolar B20. Kita memang menurunkan standar emisi untuk Wrangler yang dijual di Indonesia. Dari aslinya yang Euro 5 menjadi Euro 3,” bilang Edo.
Tentunya ada imbasnya. “Power tentu akan lebih berkurang jika pakai biosolar. Kemudian intensitas servis berkala menjadi lebih sering. Simulasinya, kalau pakai Pertamina Dex, tune up biasanya dilakukan pada 10-20 ribu km. Sedangkan kalau pakai Biosolar dilakukan pada 5-6 ribu km,” lanjut Edo, seraya bilang lebih dianjurkan pakai Pertamina Dex.
Edo Dwi Putro
Service Manager PT Garansindo Inter Global (GIG)
ISUZU
“Sampai saat ini pihak Isuzu masih melakukan test untuk bahan bakar biodiesel B20. Belum ada hasilnya secara jelas. Tapi, sejauh ini, penggunaan biodiesel di mesin Panther dan mu-X (baca: myu-X) tidak ada masalah. Nantinya dalam hasil test tersebut akan diketahui komponen apa saja yang terpapar.
Sementara itu, untuk teknologi mesin, dari pihak manufaktur memang disarankan pakai yang bagus, tapi sejauh ini dengan penggunaan biodiesel belum ada masalah. Sebab mobil-mobil kita ini juga dijual ke daerah yang belum tentu ada diesel bagus seperti Pertamina Dex.”
Ernando Demily
Marketing Director PT Isuzu Astra Motor Indonesia
TANGGAPAN ESDM LANGKAH MENGURANGI KETERGANTUNGAN BBM IMPOR
Ditegaskan oleh Tisnaldi selaku Direktur Bionergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bahwa pada 1 Januari 2016 Solar akan dihapus sepenuhnya dan digantikan dengan Biodiesel (B20). “Ini kita sudah dalam proses pengujian dan dalam waktu dekat akan mulai sosialisasi.
Upaya ini sebagai bagian mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak,” tegas Tisnaldi, ketika dihubungi (19/10).Masalahnya apakah implementasi B20 telah dikoordinasikan dengan teknis dari pabrikan? Dikhwatirkan penggunaan B20 tidak kompatibel dengan standar yang telah ditetapkan oleh produsen mobil.
“Secara masing-masing pabrikan memang kita tidak spesifik, namun kita melibatkan asosiasi produsen mobil, yakni Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia),” jawab Tisnaldi. Seperti diketahui industri mobil asal Jepang hanya menjamin mesinnya bisa beradaptasi untuk solar yang hanya tercampur 17% biodiesel.
“Kita sudah melakukan sosialisasi agar pabrikan mobil asal Jepang, Eropa hingga Amerika melakukan riset penggunaan B20 hingga 50 persen. Saya pikir mereka sudah ready,” tambahnya. Faktanya, mesin-mesin kendaraan diesel yang saat ini beredar bukanlah generasi terbaru yang siap dengan impelementasi biodiesel hingga 50 persen.
“Oleh karenanya nanti kita sosialisasi, sebelum menggunakan B20 maka kendaraan hendaknya membersihkan sistem bahan bakar. Mulai dari tangki hingga injector rail,” bebernya.
Lantas apakah ada kompensasi terkait jaminan kepada masyarakat bahwa penggunaan B20 tak berdampak merugikan pada komponen mesin?
Kemudian apakah ada insentif kepada pabrikan yang telah mewujudkan kendaraan yang aman ‘nenggak’ biodiesel? “Secara spesifik memang tidak ada. Namun kita pastikan harga jual B20 tidak akan melebih harga jual Solar, artinya harga sama,” jawabnya pria yang berkantor di Jl, Pegangsaan Timur, No. 1, Menteng, Jakpus.
MANDOTARI B20 HINGGA B30 TAHUN DEPAN
Mandatori pemanfaatan biodiesel sebesar 10 persen (B10) diberlakukan sejak September 2013. Melalui kebijakan ini realisasi mandatori biodiesel pada 2014 mencapai 1,84 juta kilo liter (kl) atau meningkat sebesar 75 persen dibandingkan capaian 2013. Terhitung 1 April 2015, mandatori biodiesel untuk campuran BBM jenis Solar ditingkatkan menjadi 15 persen (B15).
Nah, saat ini Pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah bersiap untuk menetapkan mandatori biodiesel hingga 20 persen (B20) dan B30. Bahkan, kabarnya Pemerintah telah menekan prinsipal mobil asal Jepang agar mau menguji mesin dengan biodiesel 50 persen.
Sebagai langkah sosialisasi jelang diluncurkannya B20 pada 1 Januari 2016, Kementerian ESDM bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Asprobi) dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menggelar roadshow B20 menyusuri pulau Sumatera.
Dari sisi industri, diharapkan penyerapan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit pada biodiesel B20 maka akan mendorong ekonomi pedesaan dan MENGURANGI ketergantungan BBM impor. “Dengan produksi sawit di Indonesia yang melimpah, serta dukungan dana yang juga berasal dari hasil penjualan minyak sawit, maka produksi Biosolar akan terjamin berlangsung seterusnya.
This renewable energy is here to stay,” papar Bayu Krisnamurti, Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPS).
Sebetulnya bahan bakar biodesel bukanlah hal baru. OTOMOTIF sejak pertama kali bahan bakar biosolar diluncurkan telah banyak mengulas dari segi teknis hingga regulasi pemerintahan. Dimulai sejak tahun 2004-2005 dimana pertama kali biosolar dengan campuran 10 persen FAME diluncurkan.
Hingga tahun 2014, dimana Dirjen EBTKE mengajak OTOMOTIF melakukan uji jalan hingga 40 ribu km. Berikut rekam jejak biodiesel yang telah didokumentasikan OTOMOTIF
Editor | : | Otomotifnet |
KOMENTAR