Jakarta - Mengawali tahun ini, gempuran penutupan agen pemegang merek (APM) otomotif di Tanah Air seperti tidak bisa terelakan. Berbagai alasan pun menyeruak ke permukaan, mulai dari target yang tidak tercapai hingga isu memang ingin lepasnya pihak prinsipal dengan agen yang menaunginya di Indonesia.
Petaka ini berawal dari keputusan mendadak Ford Motor Company menutup agennya, Ford Motor Indonesia (FMI), lalu berpisahnya Mabua dengan Harley Davidson, Abarth, hingga isu pengurangan karyawan dari beberapa pabrikan sepeda motor Jepang, Yamaha dan Honda.
Lalu, setelah tidak beroperasinya para APM ini, bagaimana nasib konsumennya di Indonesia?
Menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika, Kementerian Perindustrian RI, I Gusti Putu Suryawirawan, setiap perusahaan yang melakukan bisnis di Indonesia harus bertanggung jawab penuh terhadap konsumen.
"Kita punya undang-undang perlindungan konsumen, jadi kalau ada orang yang mau berbisnis di sini tidak bisa seenak jidatnya begitu," ujar Putu beberapa waktu lalu.
Merunjuk hal tersebut, sebuah perusahaan yang sudah memulai sebuah bisnis di Indonesia dan jika suatu saat pergi meninggalkan Indonesia harus bertanggung jawab penuh, jika tidak bisa dituntut hukum pidana.
Pasal perlindungan konsumen yang dimaksud ini adalah pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen junto Pasal 1 angka 16 Permendag 20/2009.
Editor | : | Arief Aszhari |
KOMENTAR