Jakarta - Beda negara beda pula potensi yang ada. Beda pula karakter konsumennya. Seperti dalam pembelian kendaraan.
Di Indonesia, pembelian kendaraan lebih banyak dilakukan secara kredit. Bisa jadi lebih dari 75 persen kendaraan yang dipakai konsumen pembeliannya secara kredit.
Sebab dengan kredit, ‘mata rantai’ penghasilan bisa didapat. Tenaga wiraniaga memiliki tambahan yang cukup bernilai jika pembelian kendaraan secara kredit.
Selain itu, diskon yang besar juga menjadi salah satu senjata ampuh dari pihak dealer untuk menggaet konsumen. Belum lagi ditambah dengan tawaran aksesori lainnya.
Hal ini sangat berbeda dibanding Tiongkok. “Kalau disini, pembelian lebih banyak dilakukan secara tunai. Bisa mencapai 75 persennya,” sebut salah satu petinggi agen pemegang merek Wuling.
Sebab itulah, tidak banyak lembaga pembiayaan dan juga pihak bank yang mengakomodir permintaan kredit. Meski demikian sebenarnya bunga yang ditetapkan oleh bank dan juga pihak lembaga keuangan tak jauh beda dengan Indonesia.
Demikian juga halnya dengan diskon. Uniknya, konsumen Tiongkok tidak melihat diskon yang dipajang. Tapi justru melihat dari brand dan juga layanan aftersalesnya. “Jika layanan aftersales memuaskan, maka brand atau mobil itu akan jadi pilihan. Di Tiongkok, pelayanan aftersales jadi salah satu yang utama,” tambahnya.
Pembelian secara tunai dan tidak melihat diskon tersebut memiliki latar belakang kultur konsumen Tiongkok. Budaya di negara tersebut mampu melakukan saving dan baru akan belanja saat sudah punya uang.
Perbedaan lainnya pada wiraniaga. Di Indonesia, jumlah sales yang keluar dari showroom lebih banyak dibanding yang diam di showroom. Ini untuk menjaring konsumen lebih banyak. Namun di Tiongkok, hal ini tidak berlaku. Di negara tirai bambu tersebut, jumlah sales di showroom jauh lebih banyak. (otomotifnet.com)
Editor | : | toncil |
KOMENTAR