Atas nama efisiensi, bentuk palang pelek hanya mengarah ke satu sisi saja. Namun jangan khawatir soal keandalannya.
Jakarta - Jika diperhatikan lebih detail, miringnya palang pelek OEM model kipas saat ini tidak searah mengikuti arah gerak mobil. Contohnya ada di kendaraan lansiran terbaru seperti Toyota Sienta Q, Suzuki Ertiga Dreza, Honda Brio RS dan yang lainnya. Palang pelek kiri cenderung lebih sering menghadap ke depan, sedangkan palang pelek kanan kearah sebaliknya sehingga ketika berputar arahnya tidak sama.
Bukan arah ban tentunya, tetapi arah putaran palang peleknya. Wah, kenapa begitu? Apakah ini juga akan mengganggu kenyamanan dan keamanan pengendara? Davy Kurnia, Marketing Division Head PT Pakoakuina yang memiliki spesialisasi memproduksi pelek mencoba memberi pencerahan. Ia mengatakan mobil-mobil OEM umumnya hanya menggunakan 1 jenis cetakan pelek untuk 1 jenis mobil. Jadi otomatis bentuk dan miringnya arah palang akan sama.
“Sebagian besar pesanan OEM itu hanya satu cetakan, jadi mohon maklum bila desainnya serupa. Tapi secara teknis itu tidak akan mengganggu jalannya mobil atau keamanannya karena balansnya pelek merupakan hal yang paling utama di kami,” ujar Davy. Hal yang hampir senada juga dikemukakan oleh Sugihendi selaku Product Knowledge PT. Nissan Motor Indonesia (NMI). “Pada umumnya kami hanya memesan 1 jig (cetakan) kepada vendor karena lebih efisien dalam ongkos dan waktu produksi.
Selain itu tidak ada masalah dengan kestabilan mobil dengan desain seperti ini,” katanya. Nah, jelas kan kenapa arah palang pelek kanan dan kiri banyak yang beda?
Desain
1. Syuting
Ini adalah awal dari pembatan pelek. Untuk pesanan OEM, perusahaan akan berkordinasi dengan pabrikan untuk menentukan pelek yang cocok dengan desain mobil yang akan digunakan. “Kalau untuk OEM, semuanya permintaan mereka. Jadi sebelum kita buat peleknya kita harus tahu desain mobilnya seperti apa. Mau sporty, elegan atau lainnya agar desainnya tidak salah. Modelnya kita yang buat, tapi yang memutuskan adalah pabrikan,” ujar Randy Pilar Pamungkas, senior design engineer PT Pakoakuina (Pako).
2. 2D dan 3D
Setelah jadi, desain pelek akan diuji dengan pehitungan menggunakan software 2D dan 3D untuk memastikan bahwa desain tersebut layak untuk lanjut ke tahapan berikutnya. Dalam 2 tahap ini pelek akan diketahui elemen, berat dan ukuran yang dibutuhkan.
3. FEA/FEM (Finite Element Analysis/Finite Element Method)
Pada tes ini semua bagian desain pelek akan terlihat. Jika lampu hijau menyala pada tes FEA/FEM, menandakan desain tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan, sedangkan jika masih ada lampu merah yang menyala maka desain tersebut belum layak untuk proses selanjutnya dan harus dibenarkan atau bisa sampai di rancang ulang lagi.
4. Mould Design (DSG) dan Manufacturing (MFG)
Setelah 3 tes di atas selesai, Mould DSG dan MFG akan membuat cetakan pelek yang akan dicoba unyuk memproduksi prototype. Lama membuat cetakan memakan waktu sekitar 1 – 1,5 bulan.
5. Trial, Evaluation And Testing
Selanjutnya prototype pelek akan dicoba untuk menghadapi berbagai medan, seperti tes jalan, putaran, keseimbangan, kekuatan, dan lain-lain. Tes ini rata-rata memakan waktu sekitar 1 mingguan.
6. SOP (Standart Operating Procedure)
Semua tes selesai dan sudah memenuhi standar yang ditetapkan, saatnya pelek masuk ke lini produksi dalam pabrik.
Editor | : | Parwata |
KOMENTAR