"Transmisi CVT lebih nyaman digunakan karena halus dan tidak ada gejala hentakan setiap perpindahan gigi," ungkap mantan wartawan Kompas ini.
Selain itu, Rasio gigi yang luas ini juga membuat transmisi CVT bisa menekan konsumsi bahan bakar mobil.
"Rasio gigi yang luas membuat mobil bisa melaju di kecepatan tinggi namun putaran mesin tetap terjaga rendah, konsumsi BBM jadi lebih irit," jelas Hermas.
Namun, perpindahan gigi transmisi CVT yang menggunakan belt ini sekaligus menjadi kekurangannya.
(BACA JUGA: Harus Tahu, Beda Kuras dan Ganti Oli Transmisi Otomatis, Efeknya ke Performa)
Transmisi CVT tidak bisa dipasangkan di mobil dengan torsi yang besar.
"Karena belt tidak bisa menahan torsi berlebih yang dihasilkan mesin, makanya CVT lebih banyak disematkan di mobil-mobil dengan tenaga menengah ke bawah," terang pria ramah ini.
Selain itu, masih menurut Hermas, teknologi canggih dan komputerisasi yang dipakai membuat usia pakai transmisi CVT cenderung lebih pendek dibanding transmisi konvensional yang mengandalkan planetary gear set dan torque converter (kopling fluida).
Celakanya lagi, jika terjadi kerusakan transmisi CVT, ketersediaan suku cadang atau komponen pengganti di Indonesia tergolong sulit dicari.
Biaya perbaikan atau penggantian transmisi CVT pun bisa dikatakan cukup mahal.
"Untuk beberapa model CVT, kalau rusak harus ganti sepaket yang baru biayanya Rp 45-60 juta," tutup Hermas.
Editor | : | Iday |
Sumber | : | GridOto.com |
KOMENTAR