Otomotifnet.com - Sebanyak 8 debt collector diamankan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah.
Hal ini terkait kasus penarikan paksa kendaraan di Kota Semarang.
Polisi juga masih memburu beberapa tersangka lainnya.
Omong-omong, aksi para DC di jalanan memang sering bikin cemas masyarakat.
Tak sedikit mereka mengintimidasi ketika melakukan poenarikan kendaraan.
Tak semua warga juga tahu, bila DC ternyata tak bisa sembarangan dalam menarik kendaraan.
Para penagih utang dalam bekerja harus membawa sejumlah dokumen resmi.
Seperti surat atas nama debt collector dan surat atas nomor kendaraan yang akan ditarik.
Yang lebih penting, mereka juga harus punya surat tugas dan kartu profesi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bila mereka tak bisa menunjukkan hal tersebut, mereka dianggap ilegal dan menyalahi aturan.
Selain itu, debt collector juga harus membawa surat somasi.
Kemudian debt collector sebagai eksekutor harus membawa tanda pengenal dan dapat menunjukan Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI) yang merupakan bagian sertifikasi dari APPI.
Debt collector sudah lulus memiliki surat izin menagih SPPI.
Untuk syarat ketiga yang wajib dibawa debt collector adalah fotokopi sertifikat jaminan fidusia yang diperoleh dari perusahaan pembiayaan.
Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan sebuah benda, yakni registrasi hal kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut.
Syarat terakhir, debt collector harus membawa surat kuasa dari perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasanya.
Menurutnya jika hanya satu orang yang membawa surat kuasa, berarti hanya boleh satu orang saja yang melakukan eksekusi.
Sehingga empat syarat yang wajib dibawa oleh debt collector untuk menarik kendaraan yaitu surat somasi, sertifikat profesi dari lembaga resmi, surat kuasa dan fotokopi jaminan fidusia.
Kalau tidak bisa menunjukan ini artinya tidak sah, harus ada aturan mainnya.
Baca Juga: Kantor Polda Jateng Diserbu Karangan Bunga, Kaitan Sama 8 Debt Collector Mobil
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR